JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik rumah toko (ruko) di Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, lolos dari sejumlah sanksi administratif setelah menyerobot bahu jalan dan saluran air sejak 2019.
Desakan dan kritikan dari masyarakat kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya berujung pada sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan yang melanggar itu.
Hal ini merujuk pada surat rekomendasi teknis (rekomtek) Kepala Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan Jakarta kepada Satpol PP Jakarta Utara belum lama ini.
Surat itu berisi rekomendasi pembongkaran kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Dalam rekomtek tersebut, terdapat tiga Peraturan Pemerintah yang dilanggar pemilik ruko.
Satu, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Pasal 189 Ayat 1, di mana pemilik ruko memanfaatkan ruang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang. Bunyinya:
"..Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 dikenakan kepada setiap orang yang tidak menaati (rencana tata ruang (RTR) yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang..."
Kedua, Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2021 Pasal 190 ayat 1, yang mana pemilik ruko tidak mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang (KKPR/KDTR). Bunyinya:
"Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 dikenakan juga kepada orang yang tidak mematuhi ketentuan Pemanfaatan Ruang dalam RTR..."
Baca juga: Wali Kota Jakut Tegaskan Tidak Ada Sanksi Lain untuk Pemilik Ruko di Pluit Selain Pembongkaran
Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Pasal 192 Ayat 1, yang mana bangunan menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Bunyinya:
"..Perbuatan menghalangi akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penutupan akses secara sementara maupun permanen..."
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 Pasal 195 ayat (1), sanksi administratif sebagaimana dimaksud itu berupa peringatan tertulis, denda administratif, dan penghentian sementara kegiatan.
Selain itu, sanksi lainnya bisa berupa penghentian sementara pelayanan umum, penutupan lokasi, pencabutan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, pembatalan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, pembongkaran bangunan, dan/atau pemulihan fungsi ruang.
Adapun sanksi tertulis itu diberikan paling banyak tiga kali. Jika peringatan diabaikan, maka sanksi lain bisa digunakan baik itu denda administratif, penghentian sementara kegiatan dan seterusnya.
Dalam pasal 199, sanksi berupa denda administratif sebagaimana dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan sanksi administratif lainnya.
Penghitungan denda bisa dilakukan nilai jual objek pajak; luas lahan dan luas bangunan; indeks kawasan; dan/atau besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan.