Sementara itu, denda keterlambatan nilainya 34,53 miliar. Denda keterlambatan adalah sanksi yang dikenakan pemerintah kepada kontraktor atau penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak.
Pemprov DKI mestinya menerima Rp 34,53 miliar dari kontraktor atau penyedia barang/jasa atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
Baca juga: Laporan Keuangan Pemprov DKI Kembali Raih Opini WTP, Heru Budi: Ini Bukan Tujuan Akhir
Namun, uang itu belum semuanya diterima Pemprov DKI sehingga menjadi catatan BPK.
"Sedangkan denda keterlambatan adalah senilai Rp34,53 miliar. Atas permasalahan tersebut telah dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp14,66 miliar," sebut Ahmadi.
Persoalan selanjutnya, Pemprov DKI dinilai belum tertib terkait penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset berupa fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Bentuk ketidaktertiban itu adalah ada dua bidang lahan fasilitas sosial/fasilitas umum yang telah diterima dari pemegang surat izin penguasaan penggunaan tanah (SIPPT) senilai Rp 17,72 miliar yang masih berstatus sengketa.
Kemudian, penerimaan aset fasilitas sosial/fasilitas umum yang belum dilaporkan oleh wali kota di DKI kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD).
Lalu, aset fasilitas sosial/fasilitas umum yang dikuasai atau digunakan pihak lain tanpa perjanjian.
"Serta aset fasilitas sosial/fasilitas umum berupa gedung, jalan, saluran, dan jembatan dicatat dengan ukuran yang tidak wajar yaitu 0 meter persegi atau 1 meter persegi," urai Ahmadi.
Baca juga: Temuan Ganjil BPK, Aset Gedung dan Jembatan Pemprov DKI Dicatat Berukuran 0 Meter Persegi
Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono berujar, perolehan opini WTP atas laporan keuangan Pemprov DKI 2022 bukanlah tujuan akhir.
"Perolehan opini WTP ini bukan tujuan akhir. Namun, bagian dari upaya peningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan di lingkup Pemprov DKI yang telah dilakukan pada tahun 2022," kata dia.
Ia menjelaskan, setidaknya ada enam langkah untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan Pemprov DKI.
Pertama, pengimplementasian sistem informasi untuk mengelola keuangan Pemprov DKI.
Kemudian, pengembangan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) dalam mengelola dan melaporkan keuangan daerah.
"Ketiga, penetapan peraturan dan pembenahan tata kelola keuangan daerah," ujar Heru.
Baca juga: PAM Jaya Dapat Disclaimer dari BPK, Heru Budi Sebut Akan Didalami Inspektorat