JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta, kota tumpuan bagi lebih dari 10 juta jiwa yang berjuang melanjutkan hidup. Tidak sedikit di antaranya menaruh harapan besar demi kehidupan yang lebih baik lagi di Ibu Kota.
Melinus (49), satu dari sekian banyak para pejuang nafkah dari Pulau Sumatera yang merantau untuk mengadu nasib.
Tidak ingin menjadi petani seperti orangtuanya, Melinus nekat berangkat ke Jakarta seorang diri pada 1997.
"Kita itu di kampung orangtua petani, ke Jakarta ini kita mau ubah nasib, bagaimana saya itu tidak jadi petani lagi, saya harus merantau ke Jakarta karena kata orang kalau kita dengar di Jakarta itu enak cari duit," ujar dia saat ditemui Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).
Baca juga: Pemprov DKI Diminta Tegas Tertibkan Terminal, Jangan Hangat-hangat Tahi Ayam
Pada awal merantau di Ibu Kota, Melinus bahkan pernah merasakan pahitnya terluntang-lantung tidur di jalanan.
"Tapi saya tidak mau nakal, saya tetap berjuang bagaimana saya hidup di Jakarta ini agar lebih baik lagi," ujar dia.
Melinus kini bersyukur dengan pekerjaannya sebagai sopir, walau tak jarang berhadapan dengan penumpang-penumpang galak. Dia mengaku sudah memberi pelayanan terbaik, dengan senyum dan keramahan.
Baca juga: Bahri Modal Nekat Merantau dari Madura ke Jakarta, Satu Tahun Pertama Terseok-seok Cari Kerja
Karena itu, dalam rangka ulang tahun ke-496 DKI Jakarta, Melinus berharap pemerintah bisa menaruh perhatian lebih kepadanya dan rekan-rekan seprofesinya.
Baik dalam kesejahteraan pekerja hingga mengurus kemacetan lalu lintas yang mempengaruhi operasional transportasi umum.
"Jangan hanya diperhatikan orang atas, diperhatikan semua sampai ke rakyat-rakyatnya, apalagi pelayan-pelayan di Transjakarta, Mikrotrans, apapun itu harus benar-benar diperhatikan," tutur dia.
Harapan lain datang dari sopir mikrotrans bernama Heri (36).
Baca juga: Senangnya Jadi Warga Jakarta, Transportasi Publik Nyaman dan Banyak Fasum Ramah Anak
Besar dan tumbuh sebagai warga asli Jakarta, menurutnya kemacetan dan parkir liar yang semrawut sudah menjadi masalah yang ada sejak dahulu dan butuh diprioritaskan.
"Semoga kemacetan bisa berkurang, supaya rakyat pun bisa menikmati Jakarta yang lebih lancar lagi," ujar dia.
Heri berharap, siapa pun pemimpin baru DKI Jakarta nantinya, adalah sosok yang tegas dan bisa terjun langsung untuk tahu letak permasalahan yang ada di masyarakat saat ini.
"Memang harus dari atas, dari gubernurnya tegas. Terjunlah tanpa pendamping, biar bisa menilai masyarakatnya, langsung menyatu, tanpa pengawalan, agar melihat apa yg dilakukan bawahannya, dari wali kota, camat, kelurahan, sidak dadakan jangan pake baju dinas, jangan pake pengawalan," ujar dia.