Pada 17 tahun yang lalu, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggagas aksi rutin yang digelar setiap Kamis.
Aksi tersebut menjadi wadah bagi korban dan keluarga korban kasus pelanggaran HAM masa lalu untuk menuntut keadilan.
Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan: Antara HAM dan Moralitas Hukum
Gagasan soal Aksi Kamisan itu dicetuskan oleh Maria Katarina Sumarsih dan Suciwati, istri almarhum pejuang HAM Munir.
Dalam rapat JSKK, Sumarsih mengusulkan payung sebagai simbol yang digunakan saat aksi.
Kemudian Suciwati memberikan ide pakaian peserta aksi yang serba hitam, sebagai lambang keteguhan dalam mencintai manusia.
Aksi Kamisan terinspirasi dari Ibu-ibu Plaza de Mayo yang melakukan aksi damai untuk memprotes penghilangan dan pembunuhan anak-anak mereka oleh Junta Militer Argentina.
Seperti halnya ibu-ibu Plaza de Mayo, Sumarsih dan JSKK menggelar aksi di depan Istana Merdeka, Jakarta, yang dianggap sebagai simbol kekuasaan.
Baca juga: 17 Tahun Aksi Kamisan, Perjuangan Tanpa Lelah Menuntut Keadilan
Aksi tersebut digelar dari pukul 16.00 hingga 17.00 WIB. Aksi itu digelar pertama kali pada Kamis, 18 Januari 2007, dengan nama Aksi Diam.
Sumarsih bersama kawan-kawan JSKK datang di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, sambil membawa payung hitam.
(Tim Redaksi : Baharudin Al Farisi, Jessi Carina, Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.