Kondisi inilah yang membuat Idi memilih tidak mendapatkan daging kurban. Sebab, ia lebih memilih memulung.
"Mending mulung. Daripada enggak ada duit buat makan," ujar dia.
Bahkan, beberapa tahun terakhir, ia mengaku tidak pernah kebagian kupon hewan kurban dari sejumlah masjid di seputar Menteng, Tebet, dan sekitarnya.
Selain Idi, Butet (67) juga merasakan hal senada. Kendati tidak tinggal di kolong jembatan secara rutin, Butet hanya datang ke kolong jembatan untuk membersihkan dan memisahkan rongsok yang telah ia dapatkan sejak jam subuh tadi.
Butet tidak terlalu memikirkan harus merayakan Idul Adha seperti umat Islam kebanyakan. Ia tetap harus berjalan kaki sejauh 7 km setiap paginya untuk mengumpulkan rongsok yang akan ia jual pada siang hari.
Baca juga: Dukung Jakarta Jadi Kota Global, Hotel Milik Pemprov DKI di Jakpus Direvitalisasi
Selepas itu, ia akan berjalan kaki sama jauhnya untuk kebutuhan makan malam dirinya.
"Kalau aku gini-gini aja. Dapet berapa lah, kalau sudah ada ceban (Rp 10.000), ah sudah anteng untuk makan. Aku enggak kayak orang-orang," ujar dia.
Wanita asal Medan, Sumatera Utara itu lebih berharap pada pemberian orang kepada dirinya. Beberapa kali ia sempat diberi makanan secara cuma-cuma oleh Polisi Militer.
Sementara untuk dapat mengantre daging, akan lebih memberikan ketidakpastian bagi dirinya.
Maka dari itu, Idul Adha bagi mereka tidak ada bedanya dengan hari-hari biasa. Mereka tetap harus bekerja untuk dapat membeli kudapan yang sama seperti hari-hari lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.