Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema Seniman Grafiti di Jakarta, Tak Ada Ruang Karya yang Legal, Harus Ikhlas Gambarnya Dihapus

Kompas.com - 19/06/2024, 18:58 WIB
Shinta Dwi Ayu,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap pekerjaan ada suka dan dukanya, terkadang juga ada dilemanya. Begitu pula yang dialami Fermul (27) seniman grafiti di Jakarta.

Selama 16 tahun berkarya di dunia grafiti, Fermul sering kesulitan mendapatkan ruang untuk menggambar di area publik.

Tak jarang juga, ia kena tegur dan diusir oleh petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU), sekuriti, hingga polisi.

"Terus duka kadang kalau lagi asik gambar seringkali ditegur sama PPSU sih, kadang mereka nanya gambar di sini udah izin belum atau segala macem," kata Fermul saat diwawancarai oleh Kompas.com, Selasa (18/6/2024).

Baca juga: Dulunya Hobi Coret-coret Tanpa Izin, Seniman Grafiti Ini Nyaris Diciduk Polisi dan Dikejar Satpam

Saat ditegur, Fermul biasanya melakukan negosiasi dengan para petugas PPSU yang mengusirnya.

Fermul berusaha memberi pengertian kepada para petugas PPSU bahwa gambar yang dibuatnya bukan sekadar coretan semata.

Namun, gambar yang ia buat penuh dengan persiapan sehingga bisa menghias tembok yang tadinya kosong, menjadi lebih berwarna.

Apabila petugas PPSU yang menegurnya baik hati, kata Fermul, pasti mereka akan memberikan izin agar seniman grafiti menyelesaikan gambarnya di tembok itu.

Namun, Fermul menyadari bahwa setiap grafiti yang ia gambar di tembok publik tak akan bertahan lama.

Baca juga: Perjalanan Fermul Jadi Seniman Grafiti, Dimulai sejak SD hingga Menjadi Youtuber

Pasalnya, kegiatan membuat grafiti di tembok publik masih dianggap ilegal dan dinilai sebagai vandalisme.

Biasanya, para PPSU lah yang menghapus gambar-gambar para seniman grafiti di tembok Jakarta

"Nanti gambar saya dihapus tuh biasanya sama mereka setelah seminggu atau dua minggu, karena memang kan belum diperbolehkan gambar di tembok sebenarnya masih ilegal," ucap Fermul.

Duka lainnya yang kerap dirasakan Fermul sebagai seorang seniman grafiti adalah ketika gambarnya dicorat-coret oleh orang lain.

"Jadi, dukanya itu paling kalau misalkan saya gambar, gambar saya udah proper banget udah memang gambar yang serius. Terus besoknya gambar saya sudah dicoret-coret orang lain, tapi coretannya itu kayak gambar biasa atau sekadar tulisan atau vandalisme nulis nama, itu kadang saya kesal," terang Fermul.

Baca juga: Kisah Dian, Seniman Lukis Piring yang Jadi Petugas Kebersihan demi Kumpulkan Modal Sewa Lapak

Namun, lambat laun Fermul menyadari bahwa perbuatannya menggambar di tembok publik juga tak bisa dibenarkan.

Ia juga tak bisa larut dalam sakit hatinya ketika hasil karyanya dihapus karena ia menyadari bahwa kegiatan menggambar grafiti di tembok publik masih dilarang pemerintah.

Hal itu lah yang membuat Fermul kini selalu meminta izin ketika hendak mencorat-coret suatu tembok.

Fermul berharap ke depannya pemerintah bisa menyiapkan ruang semacam taman yang memiliki banyak tembok agar para seniman grafiti bisa menuangkan karyanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Megapolitan
Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Megapolitan
Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Megapolitan
Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Megapolitan
Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Megapolitan
Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Megapolitan
Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Megapolitan
Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Megapolitan
Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Megapolitan
Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Megapolitan
Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Megapolitan
Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Megapolitan
Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com