Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatalan CPNS DKI Harus Pakai Keputusan Jokowi

Kompas.com - 12/05/2014, 07:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com -- Kisruh penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) DKI Jakarta dari petugas honorer seharusnya dibereskan oleh Pemprov DKI Jakarta. Anggota DPRD DKI Jakarta Achmad Husin Alaydrus mengatakan, pengumuman CPNS dari honorer atau K II dilakukan melalui Keputusan Gubernur.

"Jadi kalau memang dicoret, harus pakai Keputusan Gubernur juga, BKD jangan semena-mena," ujar politisi Demokrat ini kepada Warta Kota, Minggu (11/5/2014).

Dikatakan Alaydrus, para petugas honorer banyak yang sudah mengabdi lama di lingkungan Pemprov DKI. Kemudian hanya karena masalah administrasi yang merupakan kesalahan birokrat, mereka menjadi korban.

"Kenapa pas mereka daftar sebelum diuji, enggak ketahuan SK honorernya bermasalah? Pas sudah diumumkan, baru dicoret, kasihan dong mereka," ujarnya.

Hal senada diungkapkan anggota Komisi A (Pemerintahan) DPRD DKI Jakarta Abdul Aziz. Menurut dia, secara prinsip, memang SK Honorer yang tidak sah, tidak bisa masuk menjadi PNS DKI.

"Namun harus dilihat lagi, sejauh mana BKD melakukan pembinaan terhadap SKPD dan UKPD yang ada. Misalnya, seorang petugas honorer bekerja dari tahun 2000, lalu dia bekerja bertahun-tahun, dan baru diberikan SK tahun 2010, kemudian ikut seleksi CPNS, ternyata mereka tidak memenuhi syarat, kalau kasusnya seperti ini, kan mereka dikorbankan, jadi korban dari buruknya administrasi," tutur politisi PPP ini.

Seperti diketahui, pengumuman CPNS KII diumumkan melalui Keputusan Gubernur Nomor 594 Tahun 2014 tentang Kelulusan Peserta Seleksi CPNS 2013 dari KII. Namun, belakangan sebagian dari peserta yang diumumkan lulus dicoret oleh BKD karena SK Honorer mereka dinilai tidak sah.

BKD kemudian melakukan mekanisme sanggahan dan keberatan melalui surat ataupun tatap muka. Kriteria yang menggugurkan mereka yakni diangkat oleh pejabat yang berwenang; Bekerja di instansi pemerintah; Masa kerja minimal satu tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus; berusia sekurang-kurangnya 19 tahun dan tidak boleh lebih dari 46 tahun per Januari 2006.

Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta I Made Karmayoga mengatakan, SK Gubernur itu adalah SK pengumuman seleksi tahap I. "Jadi, itu baru seleksi tahap I. Tahap kedua dilanjutkan dengan seleksi administrasi, dan mereka dipersilakan ikut seleksi semua," katanya.

"Pada seleksi tahap kedua ini peserta CPNS wajib menandatangani bahwa jika belakangan diketahui bahwa Surat Keputusan Honorer (SKH)-nya palsu, siap mempertanggungjawabkan di mata hukum. Di sinilah banyak peserta CPNS yang gugur," ujar Made kepada Warta Kota, Minggu (11/5/2014).

Made mengatakan, sudah banyak pengaduan CPNS yang tak memenuhi syarat ke BKD DKI. Bahkan, sebanyak 280 SKH diindikasikan palsu dokumennya. Made menambahkan, antara dokumen dan kenyataan tidak sinkron.

"Kenapa? Bisa jadi SKH itu baru dibuatkan. Dia dulu misalnya dihitung mulai bekerja sejak 2004, ternyata benar 2004. Tapi tidak secara terus-menerus, misalnya pada 2006 dia berhenti, kemudian belakangan baru masuk lagi," tuturnya. (sab)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com