Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Giant Sea Wall", Meniru dari Mana, Dibangun untuk Siapa?

Kompas.com - 15/10/2014, 11:47 WIB
Ahmad Arif

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sejak awal, proyek giant sea wall Jakarta seperti hendak meniru tanggul laut Belanda, negeri yang sebagian besar daratannya di bawah permukaan laut. Tanggul laut raksasa di Belanda dibangun setelah negeri itu dilanda badai laut berketinggian air 30 meter pada 1953.

Air yang hampir beku menerjang kota, menewaskan 1.835 orang, memaksa 110.000 warga mengungsi. Tiga belas tanggul raksasa dibangun bertahap selama 39 tahun sejak saat itu. ”Indonesia tidak memiliki badai laut,” kata Muslim Muin, ahli oseanografi yang juga mantan Kepala Program Studi Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Belakangan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melirik tanggul laut raksasa Samangeum, Korea Selatan. Namun, tanggul laut terpanjang di dunia itu bukan tanpa masalah. Setelah terhenti dua tahun karena protes keras masyarakatnya, tanggul laut 33,9 km itu selesai dibangun pada 2006.

Riset Hye Kyung Lee dari Seoul National University (2013), kualitas air yang digelontorkan dari dua sungai ke dalam tanggul ternyata tercemar industri pertanian dan peternakan di hulu. Akibatnya, ide sebagai sumber air bersih tak terwujud.

Bagaimana dengan Teluk Jakarta, muara 13 sungai yang tercemar? Riset Badan Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP BPPT) menyebut, pembangunan tanggul laut akan menaikkan muka air di dalam tanggul hingga 0,5-1 meter setelah 14 hari simulasi. Arus air di dalam tanggul juga mengecil sehingga kualitas air dalam tanggul memburuk secara progresif.

Peneliti BPDP BPPT, Widjo Kongko, menyebut, penurunan kualitas air itu ditandai dengan perubahan signifikan parameter lingkungan, seperti kenaikan biological oxygen demand (BOD) lebih dari 100 persen, penurunan dissolved oxygen (DO) lebih dari 20 persen, dan penurunan salinitas air lebih dari 3 persen.

Widodo Pranowo, peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir Kementerian Kelautan dan Perikanan, mengatakan, proyek itu akan berdampak ekologis, bukan hanya terhadap pesisir Jakarta dan Kepulauan Seribu, melainkan juga hingga Banten. ”Tanggul ini bisa menjadi comberan raksasa,” katanya.

Selain itu, tanggul akan menyebabkan perubahan arus laut dan akan menggerus beberapa pulau di Pulau Seribu, salah satunya Pulau Onrust. Adapun dampak di pesisir Serang, Banten, seperti dikemukakan Kepala Kelompok Peneliti Kerentanan Pesisir KKP Semeidi Husrin, berpotensi merusak pesisir Banten karena pasir reklamasi Teluk Jakarta dari Banten.

Jadi, seharusnya yang dipikirkan dulu adalah menata air di hulu, bukan bendung di hilir. Tanggul laut Jakarta untuk siapa?

Untuk siapa?

Setiap pembangunan kota perlu diukur manfaat dan dampaknya bagi warga, demikian pula rencana pembangunan tanggul laut raksasa di Teluk Jakarta. Siapa akan menangguk untung dan siapa kelak yang menanggung dampak buruknya harus terjelaskan kepada publik karena kota dibangun untuk warga, bukan segelintir elite, seperti politisi atau pebisnis.

Wacana pembangunan tanggul laut raksasa Jakarta dan reklamasi dalam bentuk pulau-pulau muncul pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dengan usulan datang dari konsultan Belanda. Awalnya disebut Sea Dike Plan Tahap III dan akan dibangun pada 2020-2030.

Proyek itu lalu dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI untuk 2010-2030. Disebutkan, untuk mengatasi pasang naik air laut yang semakin tinggi karena pemanasan global, akan dibangun pulau-pulau dengan cara reklamasi. Pulau itu akan dilengkapi tanggul laut raksasa.

Belakangan, proyek yang kini disebut ”Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara” juga dimaksudkan untuk menyediakan sumber air bersih. Asumsinya, tanggul akan terisi air tawar dari 13 sungai yang bermuara di dalamnya. Dengan penyediaan air baku, diharapkan penyedotan air tanah pemicu penurunan daratan hingga 10 cm per tahun dapat dihentikan.

Dengan alasan itu pula, pada Juni 2013, pemerintah pusat bersama Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten bersepakat mempercepat proyek itu. ”Untuk giant sea wall, dari jadwal awalnya tahun 2020, akan groundbreaking pada 2014,” kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, di Jakarta, seperti dikutip Kompas, Kamis (7/3/2013).

Gubernur DKI Joko Widodo, yang juga presiden terpilih, mengakui besarnya minat pihak swasta. ”Tanggul laut memang menarik secara bisnis dan komersial sehingga banyak yang mau terlibat. Tidak hanya satu dua pihak, tetapi banyak,” kata Jokowi (Kompas, 7/3/2013).

Kamis (9/10/2014), pemancangan tiang pertama itu akhirnya dilakukan, menandai pembangunan tanggul laut sepanjang 32 kilometer atau Tahap I dari tiga lapis tanggul. Dari panjang itu, pemerintah pusat dan Pemprov DKI hanya akan menanggung pembiayaan 8 kilometer dengan dana Rp 3,5 triliun. Sisanya, 24 km dibiayai swasta pemegang konsesi lahan reklamasi.

Baca juga:
- Tanggul Laut Jakarta, dari Fauzi Bowo, Hatta Rajasa, hingga Joko Widodo
- "Giant Sea Wall" Solusi Bermasalah Bagi Jakarta?

CATATAN:
Tulisan ini merupakan bagian ketiga dari penggalan tulisan utuh di harian Kompas edisi Senin (13/10/2014) berjudul "Untung Rugi Tanggul Jakarta" karya Ahmad Arif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nekatnya Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris, Gelapkan Uang Perusahaan Rp 172 Juta untuk Judi 'Online' dan Bayar Utang

Nekatnya Eks Manajer Resto Milik Hotman Paris, Gelapkan Uang Perusahaan Rp 172 Juta untuk Judi "Online" dan Bayar Utang

Megapolitan
Psikolog Forensik: Ada 4 Faktor Anggota Polisi Dapat Memutuskan Bunuh Diri

Psikolog Forensik: Ada 4 Faktor Anggota Polisi Dapat Memutuskan Bunuh Diri

Megapolitan
Belum Berhasil Identifikasi Begal di Bogor yang Seret Korbannya, Polisi Bentuk Tim Khusus

Belum Berhasil Identifikasi Begal di Bogor yang Seret Korbannya, Polisi Bentuk Tim Khusus

Megapolitan
Taman Jati Pinggir Petamburan Jadi Tempat Rongsokan hingga Kandang Ayam

Taman Jati Pinggir Petamburan Jadi Tempat Rongsokan hingga Kandang Ayam

Megapolitan
Pengelola Rusun Muara Baru Beri Kelonggaran Bagi Warga yang Tak Mampu Lunasi Tunggakan Biaya Sewa

Pengelola Rusun Muara Baru Beri Kelonggaran Bagi Warga yang Tak Mampu Lunasi Tunggakan Biaya Sewa

Megapolitan
Pemprov DKI Mulai Data 121 Lahan Warga untuk Dibangun Jalan Sejajar Rel Pasar Minggu

Pemprov DKI Mulai Data 121 Lahan Warga untuk Dibangun Jalan Sejajar Rel Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Tangkap Pengedar Narkoba yang Pakai Modus Bungkus Permen di Depok

Polisi Tangkap Pengedar Narkoba yang Pakai Modus Bungkus Permen di Depok

Megapolitan
Heru Budi: Perpindahan Ibu Kota Jakarta Menunggu Perpres

Heru Budi: Perpindahan Ibu Kota Jakarta Menunggu Perpres

Megapolitan
Motif Mantan Manajer Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris, Ketagihan Judi 'Online'

Motif Mantan Manajer Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris, Ketagihan Judi "Online"

Megapolitan
Taman Jati Pinggir Jadi Tempat Rongsok, Lurah Petamburan Janji Tingkatkan Pengawasan

Taman Jati Pinggir Jadi Tempat Rongsok, Lurah Petamburan Janji Tingkatkan Pengawasan

Megapolitan
Rangkaian Pilkada 2024 Belum Mulai, Baliho Bacalon Walkot Bekasi Mejeng di Jalan Arteri

Rangkaian Pilkada 2024 Belum Mulai, Baliho Bacalon Walkot Bekasi Mejeng di Jalan Arteri

Megapolitan
Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati”, Ketua RT: Warga Sudah Bingung Menyelesaikannya

Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati”, Ketua RT: Warga Sudah Bingung Menyelesaikannya

Megapolitan
Polisi Temukan Tisu “Magic” hingga Uang Thailand di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Polisi Temukan Tisu “Magic” hingga Uang Thailand di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Ditangkap di Purbalingga, Eks Manajer yang Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris Sempat Berpindah-pindah

Ditangkap di Purbalingga, Eks Manajer yang Gelapkan Uang Resto Milik Hotman Paris Sempat Berpindah-pindah

Megapolitan
Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Pendatang Baru di Jakarta Akan Diskrining, Disnakertrans DKI: Jangan Sampai Luntang-Lantung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com