"Yang dia (DPRD) kirim itu cuma numpang belanja saja," kata Ahok menirukan ucapan Sekjen Kemendagri, Jumat (6/3/2015).
Ahok pun memaparkan, alasan Sekjen lebih condong menerima RAPBD versi eksekutif daripada legislatif. Menurut Sekjen, lanjut Ahok, RAPBD versi eksekutif yang dikirim Gubernur lebih masuk akal.
"Karena ada pemasukan, pengeluaraan, dan pembiayaan," ujarnya. Ahok mengaku, selaku Gubernur, dia memang diamanahkan untuk mengirimkan RAPBD, bukan DPRD.
Sementara itu, untuk membuktikan mana RAPBD yang asli, DPRD, kata Ahok, menginginkan hak angket. Hak angket untuk membuktikan anggaran yang dibahas bersama SKPD.
Sedangkan SKPD, lanjut Ahok, mengatakan bahwa RAPBD yang asli adalah yang versi Gubernur. Menurut Ahok, legislatif kerap menjadikan pokok pikiran (pokir) sebagai acuan untuk mengusulkan program kegiatan.
Pokir dihasilkan setelah legislatif melakukan reses yang melibatkan masyarakat luas. Namun, kata dia, pokir yang diajukan selalu belakangan.
"Dulu kan enggak bisa, selalu menyalahkan SKPD. Sodorin suruh ketik, kalau enggak ketik, enggak dibahas. Termasuk ke Sekjen kenapa KUA-PPAS DKI kok gelondongan terus. Saya sudah tiga kali (2013-2015) tanda tangan KUA-PPAS, lamanya minta ampun, maunya ikuti mereka. Tinggal kita jalani saja," ujar Ahok.
Dengan demikian, Ahok memastikan jika tidak akan ada lagi mediasi terkait kisruh perbedaan RAPBD tersebut.
"Kan Taufik (Wakil Ketua DPRD DKI) sudah ngomong kemarin, sudah ditutup Sekjen. Ini mah enggak usah mediasi lagi. Apa yang mau dimediasi lagi? Dia (DPRD) mengakui Rp 12,1 triliun dibahas dengan SKPD yang punya saya palsu. Makanya, sekarang semua SKPD sudah bikin surat pernyataan bermeterai mengatakan yang Rp 12,1 triliun tidak tahu, termasuk sekolah-sekolah," ucap Ahok.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.