"Surat pribadi tertanggal 25 April 2013 pada paragraf pertama berisi pernyataan bahwa dia telah membeli dan menguasai tanah tersebut. EDN justru pemilik tanah karena telah membeli tanah tersebut dan diikat melalui Akta Pengikatan Jual Beli di hadapan notaris Zainal Almanar, SH," kata Febri saat dihubungi, Jumat (13/11/2015).
Tidak hanya itu, kata Febri, banyak kesamaan antara surat pribadi yang dilayangkan Efdinal ke Pemerintah Provinsi DKI dengan temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Provinsi DKI Jakarta 2014.
"Jadi, pernyataan EDN bahwa dia hanya menolong tiga orang pemilik tanah menjual pada Pemprov DKI Jakarta tidak benar," kata Febri.
Efdinal dilaporkan ICW atas tuduhan penyalahgunaan wewenang. Ia disebut membeli tanah sengketa seluas 9.618 meter persegi di tengah area TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada tahun 2005.
Setelah membeli tanah itu, Efdinal yang saat itu masih sebagai staf BPK RI menawarkannya ke Pemprov DKI beberapa kali dalam kurun waktu 2008-2013.
Karena tidak direspons, pada 2013, Efdinal mengirim surat ke Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi DKI Jakarta saat itu untuk mengaudit lahan tersebut.
Akhirnya, saat telah menjabat sebagai Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi DKI Jakarta per Desember 2014, Efdinal memerintahkan auditor BPK untuk mengaudit dan kemudian memasukkannya ke LHP Provinsi DKI Jakarta 2014.
Namun, Efdinal membantah membeli tanah tersebut. Ia pun berkeyakinan bahwa semua yang dilakukannya tidak salah.
Ia mengaku sengaja melibatkan diri dalam sengketa tanah di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada 2005. Sebab, ia berniat membantu tiga warga yang disebutnya tidak mendapatkan ganti rugi dari Pemprov DKI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.