Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan mengungkapkan, salah satu dampak keterlambatan pengesahan APBD DKI adalah pelayanan publik kepada masyarakat.
"Pembangunan jadi terkendala. Kemudian keterlambatan kebijakan fiskal. Banyak hal efek domino atas keterlambatan pengesahan APBD DKI," kata Abdullah, di Kantor ICW, Minggu (29/11/2015).
Permasalahannya, lanjut dia, dokumen RAPBD saja belum disahkan. Padahal, batas akhir pengesahan Raperda APBD yakni satu bulan sebelum tahun anggaran selesai atau pada 30 November.
Pada Senin (30/11/2015) ini, Pemprov DKI baru akan menandatangani nota kesepahaman Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016.
"Kemudian belum ada pembahasan di Komisi DPRD. Problem yang menyebabkan deadlock antara DPRD dan pemerintah ini perlu disampaikan ke publik," kata Abdullah.
Adanya anggaran siluman pengadaan perangkat uninterruptible power supply (UPS) dan lainnya membuktikan ketidakcocokan antara perencanaan dengan penganggaran.
Sebab, di sisi lain, sekolah lebih memerlukan pengadaan laboratorium dibanding UPS. Sehingga, penting untuk menata sistem penganggaran.
Keterlambatan pengesahan APBD ini berarti Pemprov DKI dan DPRD DKI melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menyambung Abdullah, Direktur Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi mengatakan, proses perencanaan penganggaran DKI kacau balau.
Hal itu dibuktikan dengan 36 temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada laporan keuangan tahun 2014.