Mobilitas warga di Jabodetabek pergi pulang dari tempat tinggalnya menuju tempat kerja atau aktivitas lainnya setiap hari menambah padat jalanan di Ibu Kota. Pergerakan rutin para komuter itu menjadi salah satu penyumbang kemacetan lalu lintas parah.
Hasil Survei Komuter (BPS, 2014) mencatat, ada sekitar 19,64 persen komuter asal Jakarta yang beraktivitas di wilayah Bodetabek dan 61,09 persen komuter asal Bodetabek yang berkegiatan di Jakarta.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bekerja sama dengan pemerintahan daerah di sekitarnya berupaya menyelenggarakan transportasi umum lintas batas administrasi. KRL komuter, misalnya, memiliki tujuh rute sebagai alternatif pelaju dari Bodetabek menuju Jakarta atau sebaliknya.
Demikian juga angkutan massal berbasis bus, seperti angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB) dan bus transjabodetabek.
Di dalam kota Jakarta sendiri, Pemprov DKI telah menambah jumlah armada bus transjakarta menjadi lebih dari 1.300 unit dan menambah 17 rute baru, termasuk rute untuk bus pengumpan.
Meski demikian, para pelaju belum semuanya berminat menggunakan angkutan umum. Hasil jajak pendapat Kompas pertengahan April lalu menunjukkan, sebagian besar komuter (55 persen) masih menggunakan sepeda motor dan mobil pribadi. Hanya sekitar 40 persen yang menggunakan angkutan umum, seperti bus, metromini/kopaja, bus transjakarta, kereta komuter, dan taksi.
Survei Komuter 2014 juga menunjukkan hasil serupa. Bahkan, dalam survei itu hanya 20 persen komuter Jabodetabek yang menggunakan angkutan umum dan hanya 7 persen yang mengandalkan KRL.
Pengguna angkutan umum paling banyak berasal dari Kota Depok, yakni 17,4 persen. Sebanyak 20,3 persen komuter dari Depok juga memakai KRL. Di tempat kedua ada Kota Bekasi, yang 13 persen komuternya menggunakan angkutan umum dan 10,9 persen memakai KRL.
Keamanan-kenyamanan
Ada sejumlah hal yang memengaruhi warga dan kaum komuter pada khususnya dalam memilih moda transportasi mereka sehari-hari.
Menurut Tamin (1997) dan Miro (2002), ada tiga faktor yang memengaruhi pilihan warga, yakni karakteristik perjalanan, pelaku perjalanan, dan sistem transportasi.
Karakteristik perjalanan terdiri dari tujuan perjalanan, waktu tempuh, dan jarak tempuh. Karakteristik pelaku perjalanan antara lain jenis kelamin, penghasilan, status pernikahan, dan lama tinggal. Adapun karakteristik sistem transportasi meliputi kondisi layanan, seperti kenyamanan, keamanan, dan kecepatan.
Berdasarkan hasil analisis statistik terhadap Survei Komuter Jabodetabek 2014, peluang komuter memilih moda sepeda motor semakin tinggi jika waktu tempuhnya 46-60 menit dengan jarak tempuh relatif pendek (14-20 kilometer). Jika harus menempuh jarak jauh lebih dari 30 kilometer, peluang menggunakan sepeda motor semakin kecil.
Komuter yang ingin mendapatkan kenyamanan dan kepraktisan berpotensi memilih sepeda motor dibandingkan dengan moda lainnya. Demikian juga komuter yang ingin biaya transportasi rendah (Rp 10.000-Rp 14.000 per hari) akan memilih sepeda motor.
Peluang komuter memilih mobil pribadi semakin tinggi jika waktu tempuhnya lebih lama (61-90 menit) dengan jarak tempuh 14-20 kilometer.