JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera WS Soemarwi, mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta mengakui dasar hukum normalisasi Sungai Ciliwung sudah kedaluwarsa.
Menurut dia, hal itu disampaikan Pemprov DKI saat melakukan sosialisasi penggusuran kepada warga.
"Dalam sosialisasi, mereka mengakui kalau dasar hukumnya sudah kedaluwarsa. Sosialisasinya waktu itu Maret dan April, terakhir 1 Mei," ujar Vera kepada Kompas.com di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (21/6/2016).
(Baca juga: Warga Bukit Duri Antusias Hadiri Sidang Gugatan "Class Action")
Saat sosialisasi, warga pun mempertanyakan dasar hukum Pemprov DKI melakukan penggusuran.
Namun, kata dia, Pemprov DKI menyebut akan menerbitkan dasar hukum baru. "Warga nanyain dasar hukumnya. Kata mereka, 'Ya nanti gampang, kalau enggak ada dasar hukumnya, tinggal kita buat baru,'" kata dia.
Warga pun menolak rencana penggusuran itu. Mereka mengajukan gugatan class action pada 10 Mei 2016.
"Karena ada sosialisasi dan paksaan menggusur, makanya kami ajukan (gugatan class action)," tutur Vera.
Menurut Vera, program normalisasi Sungai Ciliwung dimulai pada 4 Oktober 2012 dan seharusnya berakhir pada 5 Oktober 2015.
Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang mengatur bahwa pelaksanaan proyek untuk pembangunan kepentingan umum hanya boleh dilakukan selama dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun.
Program normalisasi Sungai Ciliwung dilaksanakan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 163 Tahun 2012 dan diperpanjang dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 21 Tahun 2014.
(Baca juga: Gusur Bukit Duri, Pemprov DKI Disebut Tak Jalankan Kewajiban Sesuai Undang-undang)
Dengan demikian, seharusnya Pemprov DKI dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sudah menghentikan program normalisasi Sungai Ciliwung.
Namun, hingga saat ini, program normalisasi itu masih berlangsung dan Pemprov DKI rencananya akan tetap menggusur warga Bukit Duri.