Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Kriminolog soal Kasus Pembunuhan yang Dilatarbelakangi Sakit Hati karena Ucapan

Kompas.com - 14/07/2016, 11:21 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus pembunuhan yang dilatarbelakangi sakit hati tak jarang terjadi.

Ucapan korban yang menyinggung dan merendahkan harga diri pelaku sering kali menjadi alasan pelaku melakukan pembunuhan.

Salah satu kasus yang dilatarbelakangi sakit hati adalah pembunuhan terhadap Farah Nikmah Ridallah (23), wanita yang mayatnya ditemukan dalam boks plastik di kolong Tol JORR, Kelurahan Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (12/7/2016).

Farah tewas di tangan teman kencannya, Calvin Soepargo (42), pengusaha sarang burung walet asal Surabaya.

Calvin mengaku sakit hati akan ucapan Farah yang menyinggung soal keperkasaannya.

(Baca juga: Pelaku Pembunuhan Wanita dalam Boks di Jakarta Utara Berdalih karena Sakit Hati)

Selain dalam kasus Farah, alasan sakit hati juga disampaikan pelaku pembunuhan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) bernama Jeni Nurzanah (25), di Apartemen Bellezza, Permata Hijau, Jakarta Selatan, pada Juni lalu.

Jeni dibunuh oleh Ferdianto, petugas keamanan apartemen yang merupakan selingkuhan korban. Ferdianto membunuh Jeni karena wanita itu menyinggung soal istrinya.

Terkait kasus pembunuhan yang dilatarbelakangi sakit hati ini, kriminolog Universitas Indonesia, Yogo Tri Hendiarto, mengatakan bahwa bahasa verbal memang menjadi pemicu utama seseorang menjadi pelaku pembunuhan.

Menurut dia, suatu ucapan dapat berdampak buruk terhadap psikologis pelaku.

"Jadi, ada satu ucapan atau kalimat yang memiliki dampak buruk secara psikologis yang menurunkan harga diri pelaku sebagai manusia, dan itu bersifat situasional," ujar Yogo saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/7/2016).

Menurut Yogo, pembunuhan karena ucapan itu tidak akan terjadi jika korban menggunakan cara-cara yang lebih halus dalam menyampaikan hal yang tidak disukainya kepada pelaku.

"Itu hasil dari proses interaksi sosial dari mereka berdua, ada pola interaksi, misalnya diskusi antara mereka, cuma caranya tadi yang tidak baik. Coba kalau caranya si korban katakan, 'Abang keteknya bau, kalau pakai deodoran dulu bagaimana?' Akan tetapi, kalau langsung dikatakan, 'Ketek lu bau, bikin gua pusing mau mati', ya cara mengungkapkan seperti itu akan berakibat pada efek kelanjutan, apa yang akan dilakukan," tutur Yogo.

(Baca juga: Kronologi Pembunuhan PRT di Apartemen Bellezza)

Selain karena pernyataan menyinggung diri korban, tak jarang kasus pembunuhan juga dilatarbelakangi sakit hati karena korban menyinggung orang yang memiliki hubungan keluarga dengan pelaku, atau memiliki kedekatan dengan pelaku.

"Jadi polanya seperti itu. Ucapan verbal menjadi pemicu pembunuhan pada saat yang bersifat situasional," ujar Yogo.

Kompas TV Pembunuhan Wanita dalam Kotak Terekam CCTV
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemkot Jaksel Diminta Tindak Tegas Dua Restoran di Melawai yang Dianggap Sebabkan Kegaduhan

Pemkot Jaksel Diminta Tindak Tegas Dua Restoran di Melawai yang Dianggap Sebabkan Kegaduhan

Megapolitan
Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan di Sejumlah Jalan Jaksel Imbas Pembangunan Drainase

Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan di Sejumlah Jalan Jaksel Imbas Pembangunan Drainase

Megapolitan
Pemkot Jaksel Sidak Dua Restoran di Melawai yang Dikeluhkan Warga Sebabkan Parkir Liar

Pemkot Jaksel Sidak Dua Restoran di Melawai yang Dikeluhkan Warga Sebabkan Parkir Liar

Megapolitan
Senangnya Laim, Tak Perlu Lagi Timba Air 40 Liter di Sumur Tua Hutan Setiap Hari

Senangnya Laim, Tak Perlu Lagi Timba Air 40 Liter di Sumur Tua Hutan Setiap Hari

Megapolitan
Kesaksian Jemaat soal Perselisihan Penggunaan Gereja di Cawang yang Berujung Bentrok

Kesaksian Jemaat soal Perselisihan Penggunaan Gereja di Cawang yang Berujung Bentrok

Megapolitan
Terkait PPDB di Jakarta, Disdik DKI Diminta Evaluasi Kuota dan Jangkauan Jalur Zonasi

Terkait PPDB di Jakarta, Disdik DKI Diminta Evaluasi Kuota dan Jangkauan Jalur Zonasi

Megapolitan
PPDB 'Online' Diklaim Efektif Cegah Adanya 'Siswa Titipan'

PPDB "Online" Diklaim Efektif Cegah Adanya "Siswa Titipan"

Megapolitan
Putusan Bawaslu: Dharma Pongrekun-Kun Wardana Boleh Perbaiki Berkas Pencalonan Pilkada Jakarta

Putusan Bawaslu: Dharma Pongrekun-Kun Wardana Boleh Perbaiki Berkas Pencalonan Pilkada Jakarta

Megapolitan
Polisi Identifikasi Provokator Pembakar Panggung Konser Lentera Festival Tangerang

Polisi Identifikasi Provokator Pembakar Panggung Konser Lentera Festival Tangerang

Megapolitan
Kapolres Depok Bakal Razia Ponsel Anggotanya demi Cegah Judi Online

Kapolres Depok Bakal Razia Ponsel Anggotanya demi Cegah Judi Online

Megapolitan
Warga Melawai Keluhkan Kegaduhan Aktivitas Restoran dan Parkir Liar di Sekitar Permukiman

Warga Melawai Keluhkan Kegaduhan Aktivitas Restoran dan Parkir Liar di Sekitar Permukiman

Megapolitan
Tak Perlu Lagi ke Sumur Tua, Warga Desa Lermatang Akhirnya Bisa Merasakan Air Bersih Bantuan Kemensos

Tak Perlu Lagi ke Sumur Tua, Warga Desa Lermatang Akhirnya Bisa Merasakan Air Bersih Bantuan Kemensos

Megapolitan
Aksi Teatrikal Demo Tolak Tapera Aliansi BEM Bogor, Tampilkan Karikatur Jokowi dan Tabur Bunga

Aksi Teatrikal Demo Tolak Tapera Aliansi BEM Bogor, Tampilkan Karikatur Jokowi dan Tabur Bunga

Megapolitan
Aksi Dina Ukur Jarak Rumah ke SMA Depok Pakai Meteran, Terpaut 120 Meter tapi Anaknya Tak Lolos PPDB

Aksi Dina Ukur Jarak Rumah ke SMA Depok Pakai Meteran, Terpaut 120 Meter tapi Anaknya Tak Lolos PPDB

Megapolitan
PPDB Jalur Zonasi, Ketua Posko Wilayah 2 Jaksel: Calon Siswa Minimal Harus Tinggal 1 Tahun

PPDB Jalur Zonasi, Ketua Posko Wilayah 2 Jaksel: Calon Siswa Minimal Harus Tinggal 1 Tahun

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com