Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Komentar Saksi Ahli soal Aset Sanusi yang Gunakan Nama Orang Lain

Kompas.com - 21/11/2016, 18:44 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum mempertanyakan kebiasaan terdakwa kasus dugaan pencucian uang, Mohamad Sanusi, yang kerap membeli sejumlah aset dengan mengatasnamakan orang lain.

Hal itu ditanyakan kepada mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein yang menjadi saksi ahli dalam sidang kasus tersebut, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (21/11/2016).

Jaksa bertanya apakah kebiasaan membeli aset menggunakan nama orang lain seperti yang dilakukan Sanusi bisa disebut modus untuk menyamarkan asal usul harta.

"Modus itu banyak, mengatasnamakan orang lain untuk menyamarkan asal usul itu bisa saja. Karena dengan menggunakan nama orang lain, dia akan mempersulit penelusuran asal usul hartanya," ujar Yunus.

(Baca: Saksi Ahli dalam Sidang Sanusi Sebut Transaksi Mencurigakan Berbeda dengan TPPU)

Yunus juga ditanya tentang pembayaran aset oleh pihak yang berkaitan dengan jabatan Sanusi. Sejumlah aset Sanusi diketahui dibayarkan oleh seorang pengusaha yang berasal dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air.

Dinas Tata Air merupakan mitra Komisi D DPRD DKI. Adapun Sanusi adalah mantan Ketua Komisi D DPRD DKI.

"Kalau itu masih tindak pidana korupsi sebenarnya," ujar Yunus.

Kemudian, kuasa hukum Sanusi bertanya mengenai modus-modus pencucian uang yang salah satunya dengan menggunakan nama orang lain untuk pembelian aset.

"Walaupun modusnya begini, tapi sumber uang sah, apakah pencucian uang?" tanya kuasa hukum.

"Uang mau dibawa ke mana saja tetap sah. Sepanjang uangnya dari hasil sah, tidak ada cuci uang. Cuci uang terkait yang haram-haram saja," jawab Yunus.

Yunus pun menjelaskan tindak pidana pencucian uang bisa jadi sangat subjektif dan tergantung tujuan orang ketika membelanjakan hartanya.

Jika tujuannya untuk menyembunyikan dan menyamarkan asal usul harta, maka bisa disebut pencucian uang. Pencucian uang juga harus memiliki pidana asal, misalnya korupsi.

Dalam dakwaan, aset-aset Sanusi yang diduga bersumber dari hasil pencucian uang adalah tanah dan bangunan di Jalan Musholla, Kramat Jati, yang dijadikan kantor "Mohamad Sanusi Center", dua unit rusun Thamrin Executive Residence, tanah dan bangunan di Perumahan Vimala Hills Villa and Resort Cluster Alpen, dan satu unit rusun di Jalan MT Haryono.

Kemudian, dua unit apartemen Callia, satu unit apartemen di Residence 8 Senopati, tanah dan bangunan di Perumahan Permata Regency, tanah dan bangunan di Jalan Saidi 1 Cipete Utara, mobil Audi A5 2.0 TFSI AT tahun 2013, mobil Jaguar tipe XJL 3.0 V6 A/T tahun 2013.

(Baca: Sejak 2009, Nilai Aset Sanusi Selalu Bertambah)

Beberapa aset tersebut diketahui dibayar oleh Direktur Utama PT Wirabayu Pratama, Danu Wira. Ternyata, PT Wirabayu Pratama juga merupakan perusahaan rekanan Dinas Tata Air.

Kompas TV Sanusi Akui Bertemu dengan Aguan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Megapolitan
Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Megapolitan
Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com