JAKARTA, KOMPAS.com - Warga yang ingin bepergian menggunakan bus kerap terbayang suasana tidak ramah yang akan ditemui di dalam terminal. Sebut saja suasana di Terminal Bus Antarkota Antarprovinsi (AKAP) Kampung Rambutan, Jakarta Timur, yang sempat dinilai semrawut dan rawan terjadi tindak kriminal.
Kesemrawutan di Terminal Kampung Rambutan salah satunya terjadi karena banyaknya pedagang asongan. Tapi sudah sekitar satu tahun ini, pengelola terminal melakukan penertiban dengan mewajibkan pedagang asongan mengenakan rompi berwarna sesuai zonasi.
Pada rompi tersebut tertera nama dan nomor identitas pedagang. Rompi wajib dikenakan supaya pedagang ikut terlibat menjaga ketertiban dan keamanan di terminal.
Penggunaan rompi juga dimaksudkan untuk menekan terjadinya tindak kriminal yang melibatkan oknum pedagang asongan, seperti penodongan, intimidasi terhadap penumpang, maupun keributan sesama pedagang.
Kepala Terminal Bus AKAP Kampung Rambutan, Emiral August mengatakan kebijakan pedagang asongan wajib mengenakan rompi itu dia terapkan sekitar Januari 2016. Dia ingin terminal tersebut lebih rapi dan ramah pada penumpang.
Dalam usahanya menertibkan, Emiral tidak mengusir pedagang asongan, tapi merangkulnya dengan catatan harus menaati aturan yang ditetapkan. Dia ingin pedagang asongan yang berjualan di Teminal Kampung Rambutan dapat mencari rezeki dengan cara yang baik.
"Awalnya saya melihat pedagang di sini semrawut, kadang ribut antar-etnis sesama pedagang rebutan tempat, terus ada yang nodong-nodong, atau memaksa penumpang, saya melihat masyarakat itu resah," kata Emiral, saat ditemui Kompas.com, Senin (20/3/2017).
Pada suatu waktu, Emiral mengumpulkan para pedagang tersebut dan mengajak membuat komitmen lewat surat pernyataan yang disepakati bersama.
Isinya itu ada delapan poin, yang di antaranya wajib menjaga ketertiban dan ketenteraman terminal, tidak terlibat menjual narkoba, tidak memberikan sesuatu pada petugas resmi di terminal, mengenakan rompi, dan menjaga kebersihan terminal.
Dalam pertemuan itu hadir sekitar 350 pedagang asongan, yang semuanya kini sudah dicatat datanya.
Menurut Emiral, kebijakan itu cukup efektif menyelesaikan kesemrawutan dan menekan terjadinya tindak kriminal di Terminal Kampung Rambutan karena rompi yang dikenakan membuat pedagang mudah dikenali dan diawasi.
Emiral mengatakan, jika ada pedagang berbuat kejahatan di terminal, maka rekan lainnnya atau penumpang bisa melaporkan karena dapat dikenali melalui warna rompi dan identitas yang tertera.
Emiral mengatakan, pihaknya akan langsung menindak tegas pedagang asongan jika terbukti berbuat kriminal. Dia menuturkan, sudah ada tiga pedagang asongan, sejak kebijakan ini diterapkan, yang kedapatan melakukan penodongan atau memaksa penumpang.
Tiga pedagang nakal itu diproses hukum, rompinya disita, dan dilarang kembali dagang di Terminal Kampung Rambutan.
"Salah Al (inisial), penjual jam tangan yang kedapatan menodong penumpang. Langsung kami bawa ke pos polisi, sita rompinya, kami coret namanya. Dia enggak boleh masuk jualan lagi ke terminal ini," ujar Emiral.