JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pengedar narkotika berinsial AM, tewas ditembak polisi di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan pada Sabtu (2/9/2017) dini hari.
AM ditembak saat berpura-pura ingin buang air kecil sebagai upaya melarikan diri. Demikian disampaikan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Argo menambahkan, tewasnya AM bermula saat Direktorat Reserse Narkoba mendapat informasi dari masyarakat terkait transaksi narkotika di sekitar Pancoran.
"Dia akan melakukan delivery," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Minggu (3/9/2017).
Polisi yang sudah mengintai membekuk AM dan menyita 100 gram sabu dari pria itu. AM kemudian dibawa ke tempat tinggalnya. Di sana polisi menemukan 1.500 butir ekstasi dan sabu seberat 900 gram.
Baca: Jadi Pengedar Sabu, Seorang Oknum Polisi Dipastikan Dipecat
Setelah penggeledahan, penyidik langsung membawa AM ke Mapolda Metro Jaya. Namun dalam perjalanan, AM berpura-pura ingin buang air kecil.
Setelah polisi berhenti dan mengantar AM ke kamar kecil, pria itu malah mendorong petugas hingga terjatuh dan berusaha merebut senjata api milik polisi.
Tak ada pilihan lain, polisi terpaksa melepaskan tembakan yang membuat AM terluka cukup serius.
"Anggota tentu tidak mau kehilangan dan akhirnya menindak tegas," ujar Argo.
Petugas mencoba menyelamatkan nyawa AM dengan membawanya ke RS Polri, Kramatjati. Namun, AM meninggal dunia dalam perjalanan akibat kehabisan darah.
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Suwondo Nainggolan menambahkan, polisi kini menyelidiki jaringan narkoba AM.
Saat ditangkap, AM mengaku jaringan peredaran narkoba yang melibatkannya dikendalikan seorang bos besar yang masih mendekam di lembaga pemasyarakatan.
"Jaringan ini masih jaringan Jakarta dengan kendali dari dalam lapas," kata Suwondo.
Baca: BNN: Pengedar Sabu 300 kg di Pluit Berbeda dengan Pengedar Sabu 1 Ton
Menurut Suwondo, kuatnya dugaan keterlibatan pihak lain dan bahkan jaringan internasional dikarenakan jenis dan jumlah barang bukti narkotika yang ditemukan petugas cukup besar.
"Satu kilogram enggak mungkin pemain tunggal dan kita tidak produksi di sini. Artinya ada sumber lain ada jaringan lain. Ekstasinya juga," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.