JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan kenaikan tarif rumah susun sewa (rusunawa) di DKI Jakarta ditunda untuk dievaluasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Rakyat DKI Jakarta Meli Budiastuti membenarkan Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2018 tentang kenaikan tarif rumah susun sewa telah dicabut.
"Tadi arahan dari Pak Gubernur, kami evaluasi dulu, kita kaji lagi pergub ini. Jadi untuk sementara pergub ini istilahnya di-hold dulu, dicabut dululah," ujar Meli di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (16/8/2018).
Baca juga: Pemprov DKI Tarik Pergub Kenaikan Tarif Sewa Rusun
Pergub Nomor 55 Tahun 2018 itu memuat kenaikan tarif 15 rusunawa yang berbentuk blok (kurang dari enam lantai).
Rusun-rusun tersebut adalah Rusun Sukapura, Rusun Penjaringan, Rusun Tambora IV, Rusun Tambora III, Rusun Flamboyan/Bulak Wadon, Rusun Cipinang Muara, Rusun Pulo Jahe, dan Rusun Tipar Cakung. Kemudian juga Rusun Tambora I dan II, Rusun Pondok Bambu, Rusun Jatirawasari, Rusun Karang Anyar, Rusun Marunda, Rusun Kapuk Muara, Rusun Cakung Barat, Rusun Pinus Elok, dan Rusun Pulogebang.
Kenaikan tarif 20 persen tidak hanya berlaku untuk warga umum, tetapi juga warga relokasi. Meli mengatakan, pertimbangan penundaan kenaikan tarif disebabkan banyak penghuni yang secara ekonomi tidak mampu dan perlu dibantu.
Baca juga: Sudah Keluarkan Pergub, Gubernur DKI Cek Ulang Kenaikan Tarif Rusun
"Terutama warga relokasi yang mungkin penghasilannya masih di bawah UMP, kebutuhan dia hidup mungkin besar. Jadi selisih pendapatannya emang sangat minim akhirnya mereka pasti merasa keberatan kalau ada kenaikan tarif retribusi ini," kata Meli.
Penghuni keberatan
Salah satu penghuni, Suratmi mengatakan, ia dan penghuni lainnya merasa keberatan karena merasa akan tidak mampu membayar.
Sebab, dengan tarif yang berlaku saat ini saja, masih banyak warga yang menunggak, terutama warga yang berstatus relokasi.
Baca juga: Tarif Rusun Naik, Prasetio Khawatir Warga Pindah Lagi ke Bantaran Kali
"Apalagi yang relokasi itu usaha susah, cari duit susah, segini saja banyak yang nunggak," ujar Suratmi kepada Kompas.com, Selasa (14/8/2018).
Suratmi meminta Pemprov DKI mempertimbangkan sikap penghuni yang menurut ketika direlokasi dari tempat tinggal sebelumnya.
Dia mengklaim warga tidak mendapat ganti rugi saat rumah mereka digusur dahulu.
"Kami enggak susah, bongkar juga kami nurut. Tapi, sekarang dinaikin, ya keberatan. Kami kan gusuran tanpa dibayar, tanpa kompensasi, sekarang malah dinaikin (tarif)," tutur dia.
Baca juga: Suara Warga Gusuran di Rusun Marunda soal Kenaikkan Tarif Rusun