JAKARTA, KOMPAS.com - Charlie (bukan nama sebenarnya) sudah enam tahun malang melintang di dunia peredaran narkoba, khusunya ganja, di kalangan mahasiswa di Jakarta.
Ia bandar tetapi juga mahasiswa. Charlie sudah memulai aktivitas jual beli ganja tahun 2009. Saat memasuki tahun 2015, kekhawatiranya mulai memuncak dan makin membulatkan hati untuk berhenti dari dunia hitam itu.
Walaupun penghasilan sangat besar, perasaan tidak tenang kerap menghantuinya karena selalu dibayang-bayangi kejaran polisi.
Baca juga: Ini Sebabnya Ganja Jadi Narkoba yang Paling Banyak Dipasarkan ke Mahasiswa
Keputusanya pun bulat untuk berhenti. Namun berhenti dari dunia hitam ini tidak semudah membalikan telapak tangan.
Berkali–kali dia mencoba berhenti berjualan tetapi bandar besar atau bosnya selalu mampu menarik Charlie kembali.
Setelah putar otak, Charlie temukan satu cara. Dia berusaha buat bosnya kecewa dengan hasil penjualan ganja.
“Kubikin dia (bosnya) kecewa bahwa aku kerja sudah nggak benar. Semua jaringan dia gua rusak. Rusak dah semuanya. Nah ini dirusak dengan cara kami tidak setor (hasil penjualan ganja) sama sekali,” ucap dia.
Setelah hal tersebut dilakukanya, bosnya pun memutuskan untuk tidak memperkerjakan Charlie lagi.
Walau sesekali ada tawaran untuk Charlie agar kembali berdagang, dia tetap menolak.
“Nah itu yang bisa gua patahkan (tidak bisa keluar dari praktek jual beli narkoba) sebenarnya balik ke orangnya. Bisa, aku bisa,” ucap dia.
Charlie juga menceritakan bagaimana kisah hidupnya yang kerap pindah-pindah karena tidak tenang. Ia selalu khawatir dirinya dikejar polisi.
Penyesalan Charlie usai bergelut sebagai bandar ganja
Cukup lihai sebagai bandar ganja di kampus selama bertahun-tahun, nyatanya Charlie menyimpan banyak penyesalan. Mulai dari hidup yang tidak tenang, hingga penyakit yang ia derita akibat efek ganja yang memabukkan.
Rasa takut juga dialami Charlie. Bagaimana tidak, ketika setorannya kepada bos di dalam penjara seret, setiap hari Charlie harus menanggung risiko dibuntuti orang-orang suruhan si bos.
"Jadi pernah bos ku nurunin 100 kilogram, aku setoran cuma 50 kilogram. Nah aku dicari-cari, dia (bos) bayar orang. Aku enggak (berani) keluar keluar kampus, aku tunggu saja di dalam," ucapnya.