TANGERANG, KOMPAS.com - Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama Arfi Hatim mengaku bahwa Kementerian Agama tidak sepenuhnya bisa mengawasi seluruh biro perjalanan umrah.
Khususnya, kata Arfi, biro perjalanan umrah yang tidak memiliki izin dari Kementerian Agama Republik Indonesia.
Arfi mencontohkan kasus penipuan berkedok umrah yang baru saja dirilis oleh Polresta Bandara Soekarno Hatta, Selasa (12/11/2019), yang juga disinggung Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Penipuan perjalanan umrah dengan jumlah korban 45 orang tersebut dilakukan bukan dari biro perjalanan yang terdaftar di Kementerian Agama.
Baca juga: Penipuan Umrah Kembali Terjadi, YLKI Sebut Kemenag Gagal Lakukan Pengawasan
"Tidak semua bisa diawasi, apalagi (kasus) yang tadi sesuai dengan informasi Kapolres (Polresta Bandara Soekarno Hatta), biro itu bukan BPW (biro perjalanan wisata) itu artinya perorangan," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/11/2019).
Arfi mengatakan, memang benar kewenangan Kemenag melakukan pengawasan kepada biro perjalanan umrah. Tetapi, lanjut dia, pengawasan tersebut terbatas pada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang memiliki izin dari Kemenag.
"Harus diketahui juga Kemenag melakukan pengawasan yaitu oleh PPIU, untuk yang bukan PPIU harus bersinergi dengan beberapa kementerian lain sesuai kewenangan masing-masing," kata dia.
Sebelumya, YLKI menilai Kementerian Agama gagal melakukan pengawasan terhadap kasus penipuan perjalanan umrah.
Baca juga: Waspadai Biro Perjalanan Umrah Bodong, Ini Ciri-cirinya...
Ketua YLKI Tulus Abadi dengan lantang menyatakan, kejadian gagal berangkat terhadap 45 calon jamaah umrah asal Kalimantan Timur menjadi salah satu bukti.
"Ini bukti setelah kasus first travel, Kemenag belum meningkatkan pengawasan keberadaan biro umrah. Kejadian ini bisa menjadi bukti bahwa Kemenag gagal dalam pengawasannya," ujar dia saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/11/2019).
Tulus menegaskan, Kementerian Agama seharusnya cepat mengambil sikap atas biro umrah yang masih nakal mempermainkan konsumennya.
Seharusnya, lanjut Tulus, harus ada proses hukum untuk kasus-kasus tersebut, bukan hanya perdata juga pidana agar mendapatkan efek jera.
"Harus dicek, apakah biro umrah itu legal atau ilegal. Jika legal, harus dicabut ijin SIUP-nya. Berikut proses hukum lainnya, termasuk pidana," kata Tulus.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.