JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam kasus kematian editor Metro TV Yodi Prabowo, polisi menemukan zat amphetamine dalam urine Yodi.
Polisi menduga kuat Yodi tewas karena bunuh diri.
Pengaruh amphetamine tersebut lah yang diduga kuat menjadi penyebab utama dirinya nekat melakukan tindakan bunuh diri.
"Meningkatnya keberanian yang luar biasa, jangan pernah bandingkan pemikiran orang normal dengan orang tak normal karena tak akan nyambung ini," ucap Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimimum) Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (25/7/2020).
Baca juga: Editor Metro TV Yodi Prabowo Positif Amphetamine, Diduga Picu Bunuh Diri
Tubagus mengungkapkan bahwa Yodi bunuh diri lantaran mengalami depresi, usai melakukan pemeriksaan ke dokter kulit dan kelamin di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Berdasarkan hasil penyelidikan, Yodi diketahui sempat menjalani tes dan konsultasi di Poli Penyakit Kulit dan Kelamin RSCM, kemudian disarankan dokter untuk menjalani tes HIV.
"Tim menemukan adanya catatan transaksi keuangan di RSCM Kencana. Di sana yang bersangkutan melakukan tes dan konsul di RSCM," ujar Tubagus.
Kemungkinan depresi didapatkan polisi dari pemeriksaan dan keterangan saksi ahli psikologi forensik.
Psikiater dr Nova Riyanti Yusuf SpKJ mengtakan, penggunaan amphetamine bisa menyebabkan halusinasi, waham, paranoia, dan perubahan suasana hati.
Gejala-gejala tersebut dinamakan psikosis.
Psikosis merupakan gangguan mental serius yang ditandai oleh gangguan hubungan dengan kenyataan.
"Jadi ada bisikan keyakinan yang salah, ketakukan yang dikejar-kejar, ketakutan ada yang mau jahatin, ada yang nyuruh-nyuruh padahal tidak ada. Itu menyerangnya di neurotransmiter dopamin," ujar perempuan yang akrab disapa Noriyu saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/7/2020) sore.
Baca juga: Apa itu Amphetamine? Zat yang Ditemukan dalam Urine Editor Metro TV Yodi Prabowo
Informasi yang dihimpun Kompas.com, delusi adalah kepercayaan atau kesan keliru yang dipegang teguh, meskipun itu bertentangan dengan kenyataan dan apa yang secara umum dianggap benar.
Ada delusi paranoia, delusi muluk, dan delusi somatik. Orang-orang yang mengalami delusi paranoia mungkin berpikir bahwa mereka sedang diikuti padahal tidak atau merasa ada pesan rahasia yang sedang dikirim kepada mereka.
Sementara seseorang dengan delusi yang muluk-muluk akan merasa penting secara berlebihan. Sementara delusi somatik adalah ketika seseorang percaya bahwa mereka memiliki penyakit yang mematikan tetapi pada kenyataannya sehat.