DEPOK, KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) Kota Depok menyatakan tidak mencabut perizinan operasional Pondok Pesantren Yatim Piatu Riyadhul Jannah, Beji, Depok yang tersandung kasus dugaan pemerkosaan belasan santriwati oleh tiga guru dan kakak kelas.
Hal itu dikatakan Kepala Kemenag Kota Depok Asnawi bahwa pihaknya menilai dugaan pemerkosaan itu dilakukan oleh oknum guru yang mengajar tidak tetap.
"Sampai saat ini saya melihatnya belum ada (pelanggaran) karena memang itu kan yang melakukan oknum guru dan gurunya juga bukan guru tetap di situ. Sehingga ini harus kami lihat secara jernih," kata Asnawi saat dihubungi, Senin (11/7/2022).
Selain itu, kata Asnawi, izin operasional dapat dicabut jika ada pelanggaran prosedur administrasi di pesantren tersebut.
"Masalah cabut-mencabut nanti kita lihat dari sisi kesalahan prosedur administrasi yang dilakukan di pesantren itu," ujar dia.
Atas kasus dugaan pemerkosaan tersebut, Asnawi menekankan, Kemenag telah memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa kasus tersebut bukan serta merta kesalahan pondok pesantren.
"Asas praduga tak bersalah tetap ada. Tapi jangan disalahkan pondok pesantrennya. Jangan disalahkan Ponpes-nya itu yang ingin saya tekankan," tegas Asnawi.
Asnawi khawatir kasus tersebut dapat mencoreng lembaga pendidikan oleh karena perilaku yang dilakukan oknum guru.
"Jangan sampai pesantren itu sebagai lembaga pendidikan agama menjadi jelek, kemudian tahu-tahu kita tutup ada kesalahan," imbuh dia.
Polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap belasan santriwati di pondok pesantren tersebut.
Dari keempat tersangka itu, tiga di antaranya merupakan ustaz sekaligus pengajar di pondok pesantren tersebut.
Sedangkan satu tersangka lainnya merupakan seorang santri laki-laki senior atau kakak kelas daripada korban.
Namun, polisi belum membeberkan identitas dari para tersangka.
Baca juga: 3 Ustaz Tersangka Kasus Pemerkosaan di Pesantren Depok, Keluar Asrama Sejak 2021
Kuasa hukum korban, Megawati, mengatakan bahwa terdapat 11 santriwati yang diduga menjadi korban pemerkosaan.
Namun, baru lima orang yang berani melaporkan kejadian tersebut.