JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menolak kenaikan harga bahan bakar minyak yang telah ditetapkan pemerintah.
Ada sejumlah alasan yang membuat BEM UI menolak dialihkannya subsidi BBM.
Pertama, BEM UI menilai alasan pemerintah yang menyebut bahwa keuangan negara sudah terbebani subsidi BBM hanya mengada-ada.
Sebab, di saat bersamaan, pemerintah terus menggenjot berbagai proyek strategis nasional yang menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Hingga kini, terdapat lebih dari 200 proyek strategis nasional yang dikejar rampung oleh pemerintah sebelum tahun 2024 dan menghabiskan dana hingga mencapai Rp 6.445 triliun," kata Ketua BEM UI Bayu Satrio Utomo dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Baca juga: BEM UI Demo Tolak Kenaikan BBM di Kementerian ESDM Siang Ini
Bayu menambahkan, geliat ekonomi konstruktif pemerintah terus berlanjut sampai megaproyek pemindahan ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan.
"Sayangnya, realisasi megaproyek IKN ini jelas semakin membebani APBN karena
pembangunan IKN tentu tidak memakan biaya yang sedikit hingga ditaksir sebesar Rp 466
triliun," sambung Bayu.
Langkah pemerintah yang lebih mengedepankan berbagai proyek pembangunan
minim urgensi, kata dia, jelas bertolak belakang dengan peran APBN sebagai shock absorber dalam menjaga dan melindungi perekonomian dan rakyat dari dampak krisis energi global.
Kedua, BEM UI menolak kenaikan BBM karena akan berdampak pada inflasi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.
Sebagai contoh, beberapa hari setelah kenaikan harga BBM terjadi, berbagai harga sektor pangan pun juga mengalami kenaikan harga.
Baca juga: Demo Lagi di Istana, Buruh Pertanyakan Kenapa Pemerintah Cabut Subsidi BBM tapi Tetap Bangun IKN
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) mencatat bahwa telah terjadi kenaikan harga di berbagai komoditas pangan secara signifikan seperti komoditas cabai yang mengalami peningkatan harga hingga 15,76% imbas kenaikan harga BBM.
"Tentunya, kenaikan harga komoditas pangan ini akan terus terjadi dan memberatkan
masyarakat mengingat sudah terjadinya kenaikan harga dari kelompok pangan sebesar
11,47% sebelum terjadinya kenaikan harga BBM," kata Bayu.
Selanjutnya, BEM UI juga tidak yakin penyaluran bantuan sosial sebagai pengganti subsidi BBM bisa efektif menjadi solusi meredam efek domino dari kenaikan harga BBM.
Sebab, belum ada kepastian konkret mengenai penerima BLT ini akan tepat sasaran.
Hal ini mengingat pendataan masyarakat tergolong miskin pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) belum sepenuhnya baik.