Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Depok Berkali-kali Jadi Kota Intoleran tapi Tak Berbenah, Wali Kota Justru “Denial”

Kompas.com - 13/04/2023, 06:55 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Kota Depok sudah beberapa kali dinobatkan oleh Setara Institute sebagai kota dengan skor indeks toleransi yang rendah, atau kota intoleran.

Baru-baru ini, predikat kota intoleran kembali disandang Depok berdasarkan laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 yang dirilis Setara Institute.

Depok menempati posisi dua terbawah setelah kota Cilegon, Banten.

Salah satu faktor yang menyebabkan Depok masuk ke dalam daftar kota intoleran adalah karena adanya penyegelan masjid Ahmadiyah di sana.

Baca juga: [POPULER JABODETABEK] Modus Imam Mahlil Lubis Ganti QRIS Kotak Amal | Penyangkalan Wali Kota soal Depok Intoleran | Laporan QRIS Palsu Masjid Istiqlal

Meski telah berkali-kali masuk ke dalam daftar kota intoleran, Depok terus menampik temuan tersebut, ujar Peneliti Senior Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, Rabu (12/4/2023).

"Ini bukan kali pertama Depok masuk dalam kategori kota dengan skor indeks toleransi yang rendah, tapi reaksi dari Pemkot Depok selalu sama yaitu denial," bebernya.

Menurut Bonar, riset itu dilakukan dengan menggunakan metodologi dan indikator yang baku dan obyektif sehingga bisa dipertanggung jawabkan.

"Riset ini tidak bertendesi apa-apa hanya memberikan titik pandang tertentu dan berusaha obyektif," ujar Bonar.

Baca juga: Saat Gimik Soal Banyak yang Mengaku Anak Presiden Dibalas Kaesang: Kan yang Maju Jadi Depok 1 Cuma Saya

Sanggahan Wali Kota Depok

Sebelumnya diberitakan, Wali Kota Depok Mohammad Idris menyangkal hasil laporan Setara Institute tersebut.

Idris berpandangan hasil riset Setara Institute tidak sesuai dengan realita yang ada di Kota Depok, yang diklaimnya dalam kondisi damai.

"Saya rasa silakan, menjadi hak mereka untuk melakukan survei apa pun. Tetapi, (sejauh ini) dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan dan warga," kata Idris, Selasa (11/4/2023).

"Kami bisa minta statement atau realita dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi atau tidak," ucap Idris menambahkan.

Baca juga: Jadwal Imsakiyah di Depok Hari Ini, Kamis 13 April 2023

Idris mempertanyakan penyegelan masjid Ahmadiyah yang dijadikan alat ukur Setara Institute sebagai penilaian kota tidak toleran.

Menurut Idris, hal itu tidak relevan lantaran penyegelan masjid Ahmadiyah tak melanggar undang-undang.

"Ini harus dipertanyakan apakah memang demikian? Karena kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Idris.

Bagi Idris, penyegelan masjid Ahmadiyah merupakan upaya menjaga dan menyelamatkan jemaah Ahmadiyah dari kemungkinan ancaman-ancaman warga sekitar.

Terlebih, kata Idris, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah menfatwakan bahwa Ahmadiyah merupakan ajaran sesat.

"Dari situ kami menjaga. Untuk menjaga mereka, kami segel. Kalau itu dijadikan sebuah bukti intolerir, maka kami pertanyakan," ujar Idris.

(Penulis : M Chaerul Halim/ Editor : Jessi Carina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com