BEKASI, KOMPAS.com - Perasaan sedih sekaligus kecewa begitu dirasakan oleh Ngadenin (63), lansia yang akses rumahnya ditutup tembok hotel di Bekasi.
Usai akses rumahnya ditutup tembok setinggi 15 meter, sikap yang tak menyenangkan didapat Ngadenin dari pemilik hotel.
Hal tersebut membuat Ngadenin merasa sakit hati, tetapi tak bisa berbuat apa-apa lantaran ia kalah "power" dengan pemilik hotel.
Setiap kali Ngadenin bertanya mengenai nasib rumahnya yang terkurung tembok hotel, pihak manajemen hotel selalu menjawabnya dengan kata-kata yang menyakitkan hati.
"Kalau nanya mengenai itu (nasib rumahnya yang terkurung, pemilik hotel) malah jawab lebih keras," ujar Ngadenin saat dijumpai Kompas.com, Senin (10/7/2023).
Suatu ketika Ngadenin bertanya kepada manajemen hotel soal bagaimana cara dirinya pulang ke rumah apabila aksesnya ditutup tembok hotel.
Namun, jawaban yang diberikan pihak hotel justru melukai hati Ngadenin.
"Saya pernah nanya, bagaimana, 'Pak Haji, kalau saya pulang ke rumah?' Dijawabnya, 'Ya harus beli helikopter dulu'. Sakit (hati) saya digituin sebenarnya," jelasnya.
Ngadenin yang berprofesi sebagai pedagang sate sudah kehilangan hasrat untuk melawan pihak hotel.
Baca juga: Ngadenin Sakit Hati Dengar Jawaban Pihak Hotel yang Kurung Rumahnya
Dia memilih pasrah dan menjalani hidup dengan segala kesulitannya. Termasuk, harus menyusuri got penuh lumpur, beling, serta kawat tajam untuk bisa menuju ke rumahnya sendiri.
Karena akses menuju rumahnya tertutup tembok hotel, Ngadenin sempat menumpang tidur di rumah saudara.
Ngadenin memiliki lima orang anak yang belum menikah. Namun, karena akses rumah telah ditutup, kelima anak Ngadenin hidup terpisah.
"Anak-anak tidak mau tinggal di sini atau di warung, sekarang ngekos, tadinya itu menumpang karena merasa di sini sudah tidak nyaman, jadi menumpang ke saudara," kata Ngadenin.
Baca juga: Akses Rumah Ditutup, Keluarga Ngadenin Sempat Numpang Tidur di Rumah Saudara
Sudah tiga tahun akses jalan rumah Ngadenin ditutup. Lama kelamaan, Ngadenin dan istrinya, Nur (55), lelah setiap kali pulang ke rumah melewati saluran air.
Akhirnya, Ngadenin memilih tidur di warung sate yang terletak tidak jauh dari rumahnya.