JAKARTA, KOMPAS.com - Potensinya rendahnya partisipasi anak muda dalam Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) Kota Depok dinilai menjadi alarm bahaya bagi kualitas demokrasi di sana.
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada itu menyangkut soal legitimasi politik bagi wali kota yang terpilih nantinya.
"Kalau tingkat partisipasi dalam Pilkada Depok rendah, tentu ini menyangkut legitimasi politik sang wali kota (terpilih)," ucap Adi kepada Kompas.com, dikutip Jumat (10/11/2023).
Baca juga: Minim Sosialisasi Pilkada 2024, Anak Muda di Depok Belum Tahu Siapa yang Berpotensi Gantikan Idris
Menurut dia, salah satu ukuran kualitas demokrasi itu adalah tingginya angka partisipasi yang mana itu menandakan tingkat legitimasi dan dukungan politik yang secara sah.
"Jadi, kalau tingkat partispasi rendah, tentu ini, dalam tanda kutip, akan menjadi noda dan cacat bagi wali kota yang dia itu tidak mendapatkan legitimasi mayoritasnya," kata Adi.
Adi menilai, siapa pun yang menjadi pemenang apabila tingkat partisipasi masyarakat masih rendah, maka mandat dukungan politiknya dari rakyat itu juga rendah. Hal ini dianggap berbahaya.
Bahwa wali kota baru yang terpilih itu karena memenangkan suara terbanyak, maka tidak ada yang membantah. Tapi, kalau yang ikut pilkada itu rendah dinilai sebagai alarm bahaya bagi peningkatan kualitas demokrasi.
Baca juga: Muda-mudi Depok Antusias Sambut Pilpres dan Pilkada 2024, Sama-sama Memilih Pemimpin
"Karena kualitas demokrasi itu kan menyangkut legitimasi, menyangkut dukungan mayoritas dari publik," kata Adi.
Sikap politik anak-anak muda di Kota Depok yang memilih menjadi golongan putih (golput) atau abstensi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) mengkhawatirkan.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Depok menilai bahwa muda-mudi berpotensi untuk golput saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 mendatang.
Sikap apatis warga Depok dalam beberapa periode membuat perolehan suara Pilkada di sana justru dimenangkan oleh pemilih golput.
Kemenangan Mohammad Idris-Imam Budi Hartono dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Depok 2020 telah membuat PKS sukses menempatkan usungannya di kursi wali kota hingga empat periode.
Baca juga: Fenomena Muda-mudi Depok: Antusias Hadapi Pemilu, tetapi Apatis Saat Pilkada
Idris-Imam menundukkan lawannya, Pradi Supriatna-Afifah Alia dengan perolehan suara 415.657 atau 55,54 persen.
Namun, Idris-Imam itu sebetulnya tak memperoleh suara tertinggi. Perolehan suara pasangan itu bisa dikatakan kalah oleh banyaknya jumlah orang yang memilih golput.
Berdasarkan hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok pada 2020, ada 462.720 pemilih yang tidak datang ke TPS (tempat pemungutan suara (TPS).
Jumlah itu belum memasukkan 29.391 suara tidak sah. Adapun jumlah pemilih total saat itu adalah 1.229.362 daftar pemilih tetap (DPT).
Hal serupa juga terjadi pada Pilkada Kota Depok 2015. Tingkat partisipasi pemilih dalam gelaran Pilkada Kota Depok 2015 pada 9 Desember 2015 lalu, ternyata hanya 56,86 persen saja.
Atau dengan kata lain, pemilih yang tak menyalurkan hak politik secara benar atau golput 43,14 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.