JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum dari Universitas Al-Azhar Indonesia Prof Suparji Ahmad menyatakan bahwa sudah seharusnya surat penyitaan ditandatangani ketua pengadilan negeri (PN), bukan wakil ketua PN.
Hal itu diungkapkan Suparji saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Aiman Witjaksono perihal sah atau tidaknya penyitaan ponsel yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya.
“Apakah dimungkinkan menurut KUHAP izin penyitaan ditandatangani atau diizinkan oleh wakil ketua PN? Mengingat bunyi Pasal 38 ayat (1) KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan dengan izin ketua PN setempat, bahwa kalimatnya juga eksplisit, demikian jelas, hanya dapat izin dari ketua PN setempat,” ujar Suparji di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2024).
Baca juga: Bacakan Duplik, Polda Metro Kembali Minta Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Aiman
Menurut Suparji, tidak ada alasan bagi ketua PN untuk tak menandatangani surat penyitaan.
Terlebih, kegiatan penyitaan mungkin akan berakibat buruk sehingga ketua PN perlu mengetahui hal ini.
“Dengan demikian dapat kita pahami bahwa izin PN setempat melalui ketua itu yang pertama dalam rangka mendapatkan pengesahan. Kedua, dalam rangka semacam tujuan. Karena proses penyitaan tadi itu berpotensi, misalnya terjadi pelanggaran HAM, dilakukan secara semena-mena, dan sebagainya. Maka, harus ada izin dari ketua PN setempat,” tutur dia.
Di lain sisi, Suparji menerangkan, di dalam KUHAP tidak tercantum narasi wakil ketua PN bisa menandatangani surat penyitaan.
Oleh karena itu, sudah sangat jelas bahwa surat penyitaan harus ditandatangani oleh ketua PN.
Jika bukan ketua PN, Suparji menyebut, hukum acara dalam proses penyitaan menjadi tidak sah.
Baca juga: Aiman Witjaksono Hadirkan Ahli Hukum Pidana dan Pers di Sidang Praperadilan
“Mungkin saja di internal atau teknis pengadilan ada ketentuan lain, tetapi kalau acuannya adalah apa yang ada dalam KUHAP, sudah terang-benderang dan jelas sebagaimana adanya, yaitu hanya izin dari ketua PN setempat,” ucap Suparji.
“Jika ditandatangani oleh pihak lain, selain ketua PN setempat, maka tak sesuai hukum acara dalam proses penyitaannya,” sambungnya.
Sebagai informasi, penyidik dari Polda Metro Jaya disebut hanya memiliki surat penyitaan HP milik Aiman yang ditandatangani wakil ketua PN.
Hal itu diungkapkan Sangun Ragahdo Yosodiningrat, salah satu tim penasihat hukum Aiman, ketika membacakan petitum atau surat gugatan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (19/2/2024).
“Ketentuan Pasal 38 ayat (1) KUHAP sangat jelas dan tegas menyebutkan izin penyitaan wajib atas izin ketua pengadilan negeri (PN) setempat, dalam hal ini adalah Ketua PN Jakarta Selatan, bukan wakil ketua. Jadi surat penyitaan tersebut adalah cacat formil,” kata dia di ruang sidang.
Maka dari itu, Sangun menegaskan, penyidik telah melakukan penyitaan tanpa hak.
Baca juga: Polisi Utak-atik Instagram dan E-mail Aiman Witjaksono, Penasihat Hukum: Ini Tindakan Melawan Hukum
“Selain cacat hukum, Termohon juga melakukan penyitaan tanpa hak,” tegas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.