Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Kompas.com - 17/05/2024, 14:19 WIB
Firda Janati,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menjawab kritikan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok soal penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga yang tidak sesuai domisili dan menetap di daerah lain.

Heru menyebut, kebijakan ini diterapkan karena banyak warga yang tinggal di daerah lain, tetapi di KTP tercatat sebagai warga Jakarta.

"Yang pertama, Jakarta untuk semua itu benar. Pemda DKI hanya melakukan penegakan aturan. Contohnya banyak masukan tokoh masyarakat yang rumahnya dan alamatnya dipakai orang tak dikenal," kata Heru saat ditemui di Monas, Jakarta Pusat, Jumat (17/5/2024).

Mantan Wali Kota Jakarta Utara itu mengaku, pihaknya banyak mendengar keluhan masyarakat yang alamatnya digunakan oleh orang tak dikenal.

Heru lalu menyinggung pengusaha atau pengelola rumah indekos yang merasa keberatan dengan keberadaan warga yang mencatatkan alamat indekos milik mereka di KTP.

"Pengusaha atau pengelola kos merasa keberatan mereka setelah tidak di situ, pindah alamat, tapi KTP-nya masih di situ," papar dia.

Baca juga: Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Tak hanya itu, menurut Heru, ada pula warga yang telah meninggal dunia namun tak melapor ke perangkat RT atau RW setempat, sehingga masih tercatat sebagai warga DKI di KTP.

"Yang sangat perlu mendapatkan perhatian, jika seseorang itu kecelakaan, alamatnya berbeda, tempat RT-nya sudah tidak ada RT, alamat itu sudah tidak ada bangunan rumah," ujar hERU.

"Ke mana kita mau memberitahu keluarga? Dan itu terjadi," tambahnya.

Heru mengatakan, pihaknya memberlakukan kebijakan ini sesuai dengan aturan yang berlaku. 

"Sekali lagi, Pemda DKI hanya melaksanakan aturan yang sudah ada," imbuhnya.

Untuk diketahui, aturan penonaktifan NIK KTP tertuang dalam Pasal 15 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dengan perubahan UU Nomor 24 Tahun 2013.

Regulasi ini dibuat demi mendorong warga mengurus pemindahan domisili sesuai yang tertera pada KTP.

Adapun kritik terkait penonaktifan NIK ini disampaikan Ahok melalui video yang ditayangkan dalam kanal YouTube pribadinya.

Dalam video berdurasi 23.56 menit itu, Ahok menyatakan, penonaktifan NIK KTP dapat merepotkan warga dalam sejumlah hal, salah satunya pengurusan kepemilikan kendaraan.

"Jadi bagi saya itu bukan suatu hal yang sangat penting. Jadi jangan merepotkan orang. Sama kayak dulu orang tanya ke saya kenapa enggak mau ganti nama nama jalan, gitu. Waduh kalo saya ganti nama jalan itu repot banget, orang perlu ganti cap surat, itu menambah biaya," kata eks Gubernur DKI Jakarta ini.

Baca juga: Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil 'Survei Langitan'

PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil "Survei Langitan"

Megapolitan
Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Megapolitan
Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Megapolitan
Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Megapolitan
Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Megapolitan
Menunggu Berjam-jam di Masjid Istiqlal, Warga Kecewa Tak Ada Pembagian Daging Kurban

Menunggu Berjam-jam di Masjid Istiqlal, Warga Kecewa Tak Ada Pembagian Daging Kurban

Megapolitan
Sugito Tak Masalah Dapat Daging Kurban Sedikit: Yang Penting Orang di Lingkungan Kita Bisa Makan

Sugito Tak Masalah Dapat Daging Kurban Sedikit: Yang Penting Orang di Lingkungan Kita Bisa Makan

Megapolitan
Warga Jakbar Datang ke Masjid Istiqlal Berharap Kebagian Daging Kurban: Di Rumah Cuma Dapat 2 Ons

Warga Jakbar Datang ke Masjid Istiqlal Berharap Kebagian Daging Kurban: Di Rumah Cuma Dapat 2 Ons

Megapolitan
PKB Terbitkan SK Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024

PKB Terbitkan SK Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pisau JF untuk Tusuk Tetangganya yang Ganggu Anjing Semula untuk Ambil Rumput

Pisau JF untuk Tusuk Tetangganya yang Ganggu Anjing Semula untuk Ambil Rumput

Megapolitan
Diduga Sakit, Pria Lansia Ditemukan Meninggal di Kamar Kos Bogor

Diduga Sakit, Pria Lansia Ditemukan Meninggal di Kamar Kos Bogor

Megapolitan
Pria Tewas Tertabrak KRL di Bogor, Identitas Korban Terungkap dari Buku Tabungan

Pria Tewas Tertabrak KRL di Bogor, Identitas Korban Terungkap dari Buku Tabungan

Megapolitan
Keamanan CFD Jakarta akan Diperketat Buntut Penjambretan Viral

Keamanan CFD Jakarta akan Diperketat Buntut Penjambretan Viral

Megapolitan
Pedagang Siomay di Kebayoran Berkurban Tiap Tahun, Patungan Rp 3,5 Juta untuk Beli Sapi

Pedagang Siomay di Kebayoran Berkurban Tiap Tahun, Patungan Rp 3,5 Juta untuk Beli Sapi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com