"Prinsipnya jangan ke kos-kos yang orang bisa mampu bayar Rp 2 juta dan diperiksa KTP-nya, itu nyari duit namanya," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta itu di Balaikota Jakarta, Selasa (13/8/2013).
Ditegaskan Basuki, Jakarta tertutup bagi warga yang berpenghasilan di bawah kebutuhan hidup layak (KHL). Mereka berpotensi besar untuk melanggar peraturan yang telah diterapkan di Ibu Kota. Mereka berusaha mencari nafkah di Jakarta dengan membangun lapak di pinggir jalan maupun menetap di rumah kumuh di atas lahan negara.
Jakarta, kata dia, terbuka untuk warga pendatang yang memiliki kemampuan tinggi dan memiliki banyak uang, seperti wisatawan asing dan domestik sehingga Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI bisa promosi untuk mendatangkan investor ke Jakarta.
"Misalnya, ada pedagang nakal di jalan, kita tangkap, karena dia melanggar perda. Baru kita periksa KTP DKI atau enggak, tapi kalau ada dan palsu, ya melanggar lagi dong," kata Basuki.
Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) di bawah pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wagub Basuki tetap ada, tetapi berbeda cara pelaksanaannya. Operasi yustisi yang dilaksanakan DKI tidak dengan menggedor-gedor rumah, tetapi lebih kepada operasi bina kependudukan dengan melakukan sosialisasi.
OYK itu lebih diarahkan kepada para pendatang yang melanggar perda, mengganggu ketertiban umum, dan sebagainya. Mereka yang tertangkap melanggar perda maupun memiliki KTP palsu dapat dipidana 60 hari atau denda hingga Rp 3 juta. Demikian kata pria yang akrab disapa Ahok itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.