Ia dan istrinya hanya memandangi bangunan yang dibongkar Satpol PP dengan alat berat dan palu itu. Sesekali ia membantu memindahkan bagian puing yang masih dinilai berharga.
"Yah mau gimana lagi, memang bukan hak saya (bangunan ini), dibangun di atas got," kata pria paruh baya beranak empat ini kepada Kompas.com.
Meskipun pasrah dan menerima upaya penggusuran, Rasdi merasa kalut karena tak tahu harus tinggal dimana. Ia yang berpenghasilan Rp 250.000 sebulan ini tak sanggup bila harus mengontrak rumah.
"Gaji saya ya cuma segitu, Mbak. Itu juga sebenarnya bukan gaji, cuma imbalan dari Pak RW karena sudah bersih-bersih," tutur dia.
Ia mengaku tidak memiliki mata pencaharian tambahan selain menjadi petugas kebersihan. Beruntung, anaknya yang masih kecil-kecil masih bisa sekolah berkat bantuan dari pemerintah.
Senasib dengan Rasdi, Suripno, pria asal Tegal yang sudah puluhan tahun menjadi petugas keamanan di kawasan tersebut, juga kebingungan mencari tempat tinggal akibat pembongkaran itu.
"Kalau pedagang sih gampang bisa pindah tempat dagang, tapi kalau kita (petugas kebersihan dan keamanan) mau kemana ya. Duit enggak cukup mau sewa rumah. Dulu sih sempet dijanjiin, tapi berhubung ganti Camat, ya sudah enggak dilanjutin," tutur dia.
Wakil Lurah Kartini, Wirawan, mengatakan, penertiban di kawasan tersebut merupakan bagian dari pengembalian fungsi saluran air. Pasalnya, bangunan-bangunan liar yang sebagian besar terdiri dari pedagang ikan menghalangi saluran air.
"Makanya setiap musim hujan, kawasan ini tergenang. Itulah kenapa harus digusur bangunan-bangunan ini. Pemberitahuannya sudah dari sebelum lebaran," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.