"Terlihat, kok, (siapa yang memasukkan dalam APBD 2015), kami sudah tahu, maka saya stafkan. Ada eselon 4, eselon 3, dan mungkin ada eselon 2 terlibat," kata Basuki di Balai Kota Jakarta, Senin (16/3).
Temuan itu terungkap dari hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) atas Rancangan APBD 2015 yang disampaikan tim evaluasi Kemendagri ke Pemprov DKI, Rabu (11/3) lalu. Ada sekitar Rp 2 triliun yang lolos "sensor" dan masuk rancangan versi Pemprov DKI. Angka itu diduga bagian dari Rp 12,1 triliun anggaran siluman yang dinilai tidak perlu.
Basuki menambahkan, selain dari hasil evaluasi Kemendagri, ketidaksinkronan anggaran antara versi Pemprov DKI dan DPRD DKI juga terlihat dari situs kawalapbd.org yang dibangun Ainun Najib, pembangun situs kawalpemilu.org dalam pemilu presiden tahun lalu. Dalam situs itu, ada selisih Rp 10,5 triliun di antara kedua versi tersebut.
Menurut Kepala Inspektorat Provinsi DKI Jakarta Lasro Marbun, pihaknya akan meneliti lebih lanjut keterlibatan PNS dalam perencanaan APBD 2015. "Kami akan melihat apakah seluruh APBD yang disusun SKPD (satuan kerja perangkat daerah) benar-benar hasil pembahasan atau tidak, atau jangan-jangan ada yang nakal dan memasukkan anggaran," ujarnya.
Perbaiki rancangan
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menambahkan, sesuai hasil evaluasi Kemendagri, ada sejumlah poin dalam rancangan APBD 2015 yang harus diperbaiki. Perbaikan itu, antara lain, pengalihan anggaran seperti pembangunan gedung sekolah dari dinas perumahan ke dinas pendidikan, pembangunan puskesmas dari dinas perumahan ke dinas kesehatan, serta kantor kelurahan dan kecamatan dari dinas perumahan ke wali kota. Ada 52 paket pos yang dialihkan dari satu SKPD ke SKPD lain.
Selain pengalihan, ada nomenklatur yang harus diperbaiki karena dinilai tak tepat, seperti operasional wali kota, dinas, suku dinas, dan kecamatan. Kata "operasional" akan diganti menjadi peningkatan kualitas layanan umum pemerintahan. Jumlahnya ada 986 nomenklatur dengan nama-nama yang tak tepat.
Saefullah menambahkan, tim evaluasi Kemendagri juga mengusulkan efisiensi anggaran sehingga ada penambahan dan pengurangan anggaran pada sejumlah nomenklatur.
Kemendagri menilai, tunjangan PNS sebesar Rp 16,5 triliun atau sekitar 24,5 persen total APBD DKI dinilai tidak wajar dan tidak rasional dari segi proporsi anggaran. Namun, Pemprov DKI berencana mempertahankannya karena terkait dengan reformasi birokrasi yang ditempuh sejak awal tahun ini.
"Jika dibandingkan banyak daerah lain yang mengalokasikan anggaran hingga lebih dari 50 persen (dari total APBD) untuk belanja pegawai, porsi 24,5 persen di DKI itu relatif kecil dan tak ada aturan yang dilanggar (dengan besaran itu). Terlebih, kami menghemat anggaran triliunan rupiah dengan menghapus banyak pos yang sebelumnya menjadi sumber penghasilan pejabat, seperti honor, fee proyek, dan biaya pengendalian teknis," papar Saefullah.
Menurut dia, Pemprov DKI berencana menyelesaikan revisi dan membahasnya bersama DPRD setidaknya hingga Kamis (19/3). Terkait itu, DPRD berencana menggelar pertemuan dengan tim anggaran pemerintah daerah pada Selasa (17/3) ini. (MKN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.