JAKARTA, KOMPAS.com - Kesatuan Aksi Keluarga Besar Universitas Indonesia meminta pemerintah untuk mencabut Pasal 156a dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, mereka juga mengusulkan agar pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Anggota KAKB UI, Wisnu Surya Pratama mengatakan Pasal 156a sudah tidak relevan dengan iklim demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia yang ada saat ini. Namun di sisi lain, ia menilai peraturan yang mengatur kehidupan umat beragama di Indonesia tetap diperlukan.
"Kami mengusulkan penerbitan sebuah Perppu yang membahas penjelasan-penjelasan yang lebih komprehensif. Karena kami menyadari kehidupan beragama memang perlu diatur. Jangan sampai terjadi kekosongan hukum," kata Wisnu di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/5/2017).
Pasal 156a KUHP adalah pasal yang membahas mengenai penodaan agama. Menurut Wisnu, pasal ini tidak memiliki kejelasan dan penilaian terhadap pelanggarnya sangat subyektif.
Baca: Muncul Petisi Desak Jokowi Hapus Pasal Penodaan Agama
Kesubyektifan ini yang dinilainya rawan dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat dan kelompok politik untuk menyerang pihak-pihak lain yang berseberangan.
"Hakim juga terpengaruh oleh tekanan massa. Itu yang membuat kita merasa demokrasi di negara ini semakin terancam. Karena itu kami melihat pasal 156a ini sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan," ujar Wisnu.