”Operasi CPJ rutin kami lakukan setiap minggu,” katanya.
Namun, penertiban itu, lanjut Budi, tetap membutuhkan dukungan dari pihak lain agar PKL sebagai sumber masalah dapat ditangani menyeluruh.
Pengamat perkotaan, Nirwono Joga, menegaskan, penataan PKL harus berdasarkan data akurat jumlah PKL di Jakarta serta pemetaan kawasan yang bisa menjadi kantong PKL.
”Bagaimana mau menata kalau data dasarnya tidak jelas. Pemprov DKI Jakarta dan pemerintah kota harus tahu dahulu siapa yang mau ditata dan mau ditempatkan di mana. Kemudian, data dan alternatif tempat relokasi itu dipaparkan terbuka kepada publik untuk menjaring masukan,” kata Nirwono.
Hal senada diungkapkan Hoiza Siregar dari Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) DKI Jakarta. Di tingkat Jakarta, ada sekitar 300.000 anggota APKLI. Namun, Hoiza yakin jumlah PKL sebenarnya jauh di atas itu. PKL adalah pekerjaan informal yang banyak dipilih warga ketika tak bisa mendapat pekerjaan lain atau berhenti dari pekerjaan sebelumnya. PKL pun beragam, mulai yang setiap hari menggelar lapak di depan pasar-pasar besar, PKL di setiap tempat keramaian, hingga pedagang yang beroperasi di pasar-pasar malam.
”Intinya, di mana ada keramaian, di situ PKL akan buka lapak. Kami bukan pemodal besar. Maka, bisanya seperti ini, jadi PKL,” kata Hoiza.
(NEL/PIN/MDN/NDY)