KOMPAS - Banjir bukanlah hal baru yang dihadapi masyarakat Belanda. Dengan sebagian besar daratan di wilayah pesisir Belanda berada di bawah permukaan laut, risiko banjir senantiasa mengancam.
Pengalaman kota-kota besar di pesisir Belanda, seperti Amsterdam dan Rotterdam, mencegah wilayahnya tenggelam oleh banjir menjadi pelajaran berharga bagi Jakarta yang masih dilanda banjir setiap tahun.
Dalam kunjungan ke Jakarta pekan ini, Wali Kota Rotterdam Ahmed Aboutaleb terus berupaya meningkatkan kerja sama di antara dua kota dalam berbagai bidang, termasuk pencegahan banjir. Ia bertemu Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Senin (24/8).
Ini adalah kunjungan ketiga Aboutaleb ke Jakarta. Ia pertama kali berkunjung ke Jakarta pada era pemerintahan Gubernur Joko Widodo pada 2013.
Dalam wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Selasa (25/8), Aboutaleb mengatakan, Jakarta dan Rotterdam sudah menjalin hubungan sister city sejak bertahun-tahun lalu. "Seperti lazimnya hubungan kekeluargaan, kami harus tetap menjaga hubungan ini. Saya bersiap menerima kunjungan Gubernur Jakarta (Basuki) ke Rotterdam September ini. Pendahulunya, Pak Fauzi Bowo, sangat sering berkunjung ke Belanda dan Rotterdam," ujarnya.
Kedua kota juga bekerja sama dalam kerangka C40, yakni organisasi berisi 40 kota besar di dunia yang melakukan berbagai upaya untuk menghadapi perubahan iklim.
"Salah satu isu yang kami bahas bersama tahun lalu adalah bagaimana menangani perubahan iklim dan berbagai isu soal air. Jakarta menghadapi masalah besar terkait air ini, terutama soal banjir," kata wali kota berdarah Maroko ini.
Menurut Aboutaleb, gubernur terdahulu, Joko Widodo, telah menyusun rencana untuk melindungi Jakarta dari banjir. "Dia memikirkan apa yang disebut sebagai Dinding Laut Raksasa (Giant Sea Wall). Kami telah mengajukan berbagai pengetahuan soal itu dari Belanda dan memberikan dukungan untuk penyusunan rencana bagi Jakarta," tutur satu-satunya politisi Muslim di Belanda yang menjabat wali kota salah satu kota utama di negara tersebut.
Aboutaleb kemudian memaparkan bagaimana Rotterdam menghadapi masalah banjir tersebut selama ini:
"Tanggul-tanggul dan sistem (pencegahan banjir) di Belanda dirancang untuk mencegah banjir selama ribuan tahun. Tetapi, kami punya sejarah 400 tahun dalam membangun tanggul- tanggul dan bendungan-bendungan tersebut. Itu semua bukan sesuatu yang kami bangun kemarin.
Itu semua juga butuh banyak biaya. Warga kami membayar pajak khusus untuk (membiayai) organisasi yang menangani masalah banjir dan manajemen risiko (bencana).
Tahukah Anda bahwa setiap keluarga di Rotterdam membayar sekitar 400 euro (Rp 6,4 juta) per tahun dalam bentuk pajak khusus untuk membiayai perawatan tanggul-tanggul itu?
Di Rotterdam, kami punya wilayah yang ketinggiannya 6 meter di bawah permukaan laut, tetapi terlindungi dengan baik (dari banjir)."
Ia melanjutkan, Jakarta tak akan bisa melakukan itu semua dalam setahun. Program pencegahan banjir ini adalah program jangka panjang, terutama karena biayanya sangat mahal.
"Bagaimana Anda akan membiayai semua itu, (apakah dengan melibatkan) Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, atau bank-bank nasional? Menurut saya, warga Jakarta, pemerintah lokal, dan pemerintah nasional perlu bekerja sama menemukan cara membiayai itu semua. Saya tak berhak menilai soal itu. (Tetapi) kami (di Rotterdam) melakukan itu dengan menarik pajak, pajak yang diarahkan secara sangat spesifik untuk tujuan (pencegahan banjir) itu," ujarnya.