Mikrolet 44 jurusan Kampung Melayu-Tanah Abang, yang biasa diandalkan warga melintasi jalan utama itu, ikut mogok.
Wenda (28), bersama anaknya yang berusia lima tahun, harus menunggu 1 jam lebih sampai akhirnya diangkut.
Itu pun bukan dengan angkutan umum, tetapi mobil satuan polisi pamong praja yang sore hari dikerahkan untuk mengangkut penumpang telantar di Casablanca.
”Kenapa penumpang yang jadi korban?” ujarnya.
Bersiasat
Reni (25), karyawati di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, mengatakan, sejak pagi penumpang dibiarkan telantar.
Saat tiba di Stasiun Tebet dalam perjalanan menuju kantornya, Selasa pagi, calon penumpang hanya dilayani ojek pangkalan dan ojek berbasis aplikasi.
Reni memilih memakai ojek beraplikasi meski tak seperti biasa tukang ojek itu tak mengenakan jaket dan helm dengan logo aplikasi tempatnya bergabung.
Hendrajaya (40), pengemudi ojek aplikasi itu, mengaku, sejak pagi ia dan teman-temannya sesama pengemudi ojek berbasis aplikasi sudah berbagi informasi agar tak mengenakan atribut logo aplikasi.
Siasat itu dilakukan untuk menghindari amuk pengunjuk rasa.
Pengemudi mobil sewa berbasis aplikasi juga menerapkan siasat tertentu saat beroperasi, kemarin.
Pamuji, sopir mobil Uber, meminta penumpang duduk di samping sopir agar tak dikira penumpang.
”Taksi ini menggunakan mobil pribadi. Namun, mudah teridentifikasi jika penumpang duduk di belakang sopir, dan di kaca depan terpasang pemegang telepon seluler,” tuturnya.
Taksi Uber dan angkutan berbasis aplikasi dalam jaringan lainnya memang menjadi sasaran protes awak taksi konvensional dan angkutan umum lain, Selasa.
Derita akibat unjuk rasa besar-besaran ini juga dirasakan penumpang yang baru mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma.