JAKARTA, KOMPAS.com - Kota Jakarta akan memasuki usianya yang ke-490 pada tahun ini. Usia yang tak lagi muda untuk suatu kota di Indonesia.
Mengingat rentan usia yang begitu panjang, sedianya kita mengingat perjalanan Kota Jakarta di tengah kebisingan yang bertambah setiap tahunnya.
Ingat pula jasa para "penjaga Ibu Kota" yang merawat Jakarta agar senantiasa nyaman, aman, dan indah dipandang.
Mereka, "pasukan warna" yang merawat Jakarta seperti merawat anaknya sendiri. Mungkin kita kerap menemui mereka di pinggir jalan dengan seragam yang menjadi ciri khas mereka.
(Baca juga: Wejangan dan Pujian Ahok untuk "Pasukan Warna")
Ada yang berseragam oranye, biru, hijau, kuning, putih, serta hitam. Ada pula yang disebut "pasukan ungu" meskipun tidak mengenakan seragam berwarna ungu.
Mereka yang bercucur keringat demi melayani warga Jakarta. Mereka yang bekerja bukan untuk Jakarta semata, tetapi juga untuk keluarga yang menunggu di rumah.
Kerja keras mereka...
Pasukan biru yang berkutat dengan sampah dan lumpur di gorong-gorong demi saluran air yang mengalir tanpa hambatan.
Demikian juga dengan pasukan oranye yang tak jarang masuk gorong-gorong untuk membersihkan sampah.
Menyapu jalan tanpa memikirkan panasnya terik matahari atau debu yang memenuhi udara Jakarta. Mereka berusaha membuat Jakarta bersih dan terbebas dari sampah.
(Baca juga: Pasukan Oranye: Alhamdulillah, Kami Bisa Jadi Contoh)
Di lain pihak, pasukan kuning menjadi garda terdepan yang menguru kondisi jalan dan jembatan Ibu Kota.
Mereka pula yang membuat kita selamat sampai rumah karena tak ada lubang yang dibiarkan menganga di jalanan Jakarta.
Kemudian, saat kita melihat hijaunya taman di sudut-sudut Jakarta, sedianya ingat akan pasukan hijau.
Merekalah yang bekerja sebagai pasukan khusus penjaga taman. Salah satu tugas mereka adalah menjaga kebersihan Bundaran Hotel Indonesia yang mereka sebut sebagai warisan sejarah Jakarta.
Di samping itu, pernahkan Anda menyadari bahwa pengemis atau pengamen di Jakarta semakin berkurang?