Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemprov DKI Dinilai Bisa Kolaborasi dengan "Penguasa" Tanah Abang

Kompas.com - 17/11/2017, 18:21 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dualisme kuasa atas ruang ditengarai menjadi penyebab sulitnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menata kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dualisme kuasa atas ruang ini terjadi karena ada pihak-pihak yang "berkuasa" di Tanah Abang, selain Pemprov DKI Jakarta.

"Di tanah abang itu ada dualisme kuasa atas ruang namanya. Dualisme kuasa atas ruang itu adalah ada struktur atau kuasa negara sebagai pemilik aturan di Tanah Abang dan kuasa di luar negara yang ada di Tanah Abang seperti oknum, ormas, yang juga ingin menguasai Tanah Abang," jelas Yayat kepada Kompas.com, Jumat (17/11/2017).

Untuk menata dan menertibkan Tanah Abang, Yayat menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta berkolaborasi dengan para penguasa yang ada di sana. Namun, dengan beberapa catatan tertentu.

Baca juga : PKL Berbagi Tips Berbelanja Aman di Tanah Abang

"Bisa menata dengan kolaborasi. Cuma kepentingannya mesti diatur apakah yang selama ini mengambil keuntungan di Tanah Abang, baik organisasi, preman, atau oknum bisa diajak membangun sebuah hubungan kerja berbasis kemitraan atau tidak," imbuh Yayat.

Pemprov DKI Jakarta, lanjut Yayat bisa menempatkan para kelompok tersebut dalam sebuah mekanisme pengelolaan Tanah Abang secara bersama-sama.

Jalur pedestrian di seberang pintu keluar Stasiun Tanah Abang diokupasi PKL, pejalan kaki berjalan di badan jalan, Kamis (9/11/2017). Kompas.com/Sherly Puspita Jalur pedestrian di seberang pintu keluar Stasiun Tanah Abang diokupasi PKL, pejalan kaki berjalan di badan jalan, Kamis (9/11/2017).

Untuk itu, perlu adanya proses seleksi ketat sebelum menempatkan dan melibatkan para kelompok penguasa Tanah Abang untuk menata kawasan tersebut.

"Masalahnya, di sana itu orang-orang enggak mau berbagi keuntungan. Makanya Pemprov DKI ketika ambil alih harusnya membuat model outsourcing bagi mereka yg mengelola parkir, bagi mereka yang mengelola PKL, artinya mengatur persoalan jam waktu dan tempat kegiatan mereka," ungkap Yayat.

Baca juga : Setoran PKL ke Preman Tanah Abang Berbeda pada Hari Biasa dan Libur

Selain itu, Pemprov DKI juga diharapkan Yayat bisa membagi kawasan Tanah Abang ke dalam tiga zona, yakni zona merah, kuning, dan hijau.

Zona merah merupakan tempat yang sama sekali dilarang ada kegiatan, baik itu pedagang kaki lima (PKL), parkir, maupun bongkar muat, sementara zona kuning sebagai tempat dibolehkan adanya kegiatan dengan aturan, sedangkan zona hijau sebagai tempat yang benar-benar diperuntukkan untuk kegiatan.

Pembagian zona itu diyakini Yayat bisa mengurai kesemrawutan yang ada di Tanah Abang selama ini.

"Contohnya PKL dan bongkar muat barang ke pasar. Itu perlu diatur tempatnya di mana, waktunya dari jam berapa ke jam berapa. Terus juga parkirnya, resmi tidak resmi, dan kemudian soal pejalan kakinya," tandas Yayat.

Baca juga : Dualisme Kuasa atas Ruang Sulitkan Pemprov DKI Benahi Tanah Abang

Kompas TV Salah satu pekerjaan rumah pemerintah provinsi DKI Jakarta adalah pembenahan kawasan Tanah Abang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com