JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin pada 2016, Aman Abdurrahman, menganggap lembaga MPR dan DPR tagut.
Alasannya, lembaga legislatif itu membuat peraturan perundang-undangan yang berarti menyimpang dari hukum Allah.
Aman menyebutnya sebagai tagut atau menyembah selain Allah.
Baca juga: Ahli Sebut Buku Karangan Terdakwa Bom Thamrin Provokasi Pembaca
"Macam-macam tagut banyak. Ada lima pokoknya," kata Aman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/4/2018).
"Pertama, setan. Yang kedua, penguasa yang mengubah ketentuan Allah atau pembuat hukum. Kalau di sini, kan, MPR dan DPR," tambahnya.
"MPR DPR disebut kafir?" tanya hakim Irwan.
Baca juga: Terdakwa Bom Thamrin Tidak Hadirkan Saksi Menguntungkan
"Ya otomatis," jawab Aman.
Alasannya, Indonesia menerapkan hukum buatan manusia atau selain hukum Allah.
Baca juga: 12 Korban Bom Thamrin dan Kampung Melayu Minta Ganti Rugi, Ada yang Rp 571 Juta
"Pertama, ideologinya bukan Islam, tetapi Pancasila. Kedua, sistemnya juga demokrasi. Hukum undang-undang yang berlaku juga bukan hukum Allah," ujarnya.
Oleh karena itu, Aman menyampaikan umat Islam dilarang menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah negeri.
Baca juga: Bom Thamrin hingga Samarinda Disebut Dilakukan Kelompok JAD Bentukan Aman Abdurrahman
"Pendidikan nasional, kan, loyalitas kepada Pancasila dan demokrasi. Di sekolah didoktrin ini itu yang bertentangan dengan tauhid, tidak boleh, haram," ucap Aman.
Ia mengakui pernah mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Saat itu, ia mengaku belum memahami sistem tersebut.
Adapun dalam kasus ini, Aman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme, termasuk bom Thamrin.
Baca juga: Terdakwa Bom Thamrin: Sejak Ditangkap, Saya Tak Diizinkan Dibesuk Keluarga
Cara yang dia lakukan salah satunya dengan berdakwah yang materinya berasal dari buku seri materi tauhid karangannya sendiri.
Buku itu juga banyak dibaca para pengikutnya.