Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejuta Cerita dari Para Penerima Aduan Warga di Balai Kota DKI...

Kompas.com - 18/05/2018, 06:46 WIB
Jessi Carina,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Layanan aduan warga sudah ada di Balai Kota sejak dua tahun lalu  ketika Basuki Tjahaja Purnama menjadi gubernur DKI. Suatu ketika, Basuki atau Ahok memutuskan untuk mengajak serta PNS DKI dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk membantunya melayani aduan warga.

Ahok dan PNS melayani warga sambil berdiri. Saat Djarot Saiful Hidayat meneruskan kepemimpinan Ahok, metode pengaduan dibuat lebih rapi.

Meja-meja disiapkan di pendopo Balai Kota. Gubernur tidak perlu turun langsung. Warga yang ingin mengadu bisa mendatangi PNS yang ada di meja itu sesuai bidang.

Pada era pemerintahan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, kebiasaan itu diteruskan. Beka, Hizbullah, dan Laurencius adalah PNS-PNS yang sudah dua tahun menjadi bagian dari layanan aduan warga ini.

Baca juga: Anies: Tak Ada Larangan Warga Mengadu ke Balai Kota, tetapi...

 

Mereka punya "sejuta" cerita tentang pengalamannya melayani warga. Beberapa pengalaman cenderung lucu hingga mereka tidak bisa melupakannya begitu saja.

Warga yang minta lagi dan lagi

Terkadang, ada warga yang terus menerus datang ke Balai Kota. Laurencus bercerita, suatu ketika ada warga yang meminta bantuan untuk membeli laptop anaknya.

Pemprov DKI tentu tidak memiliki anggaran untuk itu. Namun, akhirnya warga itu diberikan laptop juga oleh Ahok yang dulu menjadi gubernur.

"Dia sudah dikasih laptop, tapi suatu ketika laptopnya rusak, lalu dia datang ke sini lagi minta diperbaiki," ujar dia di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Beka, PNS lainnya, bercerita pernah juga ada profesor lulusan Jerman yang sudah lansia  datang ke Balai Kota meminta pekerjaan. Keesokan harinya, datang lagi untuk minta kacamata, dan meminta rusun.

"Lalu minta juga kartu Transjakarta, kartu lansia. Katanya dia, kan, aset bangsa yang harus diperhatikan," ujar Beka. 


Kenali si calo

Ada juga warga yang setiap hari datang ke Balai Kota, tetapi membawa masalah yang berbeda-beda. Selain itu, masalah yang dibawa juga bukan masalahnya sendiri, melainkan masalah orang lain.

Baca juga: Ada Isu Pasar Ikan Akan Digusur 17 Mei, Warga Mengadu ke Sandiaga

"Jadi mirip calo ya, kita enggak tahu apakah sama dia dibisnisin juga atau enggak nih," kata Beka.

Bisa saja, warga itu pernah merasa cepat tertolong setelah mengadu ke Balai Kota. Kemudian akhirnya jadi menyebarkan berita itu ke orang lain.

Meski demikian, Beka dan teman-temannya tetap harus menampung aduan itu. Kemudian, aduannya diperiksa dan ditindaklanjuti kembali.

Beka dan teman-temannya juga sering dibohongi. Setelah menghadapi banyak orang selama dua tahun terakhir, insting Beka mengenali mereka yang berbohong jadi terasah.

"Ada lho yang dia datang ke sini naik kursi roda, bilangnya datang sendirian. Padahal, ternyata dia ada yang antar jemput di luar sana," kata Beka.

Ada juga warga yang meminta bantuan dan meyakinkan Beka bahwa dia adalah warga DKI. Padahal, setelah diperiksa, ternyata warga itu berdomisili di Tangerang.

"Jadi, sekarang insting sudah mulai main. Paham kita dari cara dia berbicara kalau memang pura-pura ya," ujar Beka.

Para pemburu rusun

Ada juga cerita tentang para pemburu rusun. PNS lainnya, Hizbullah, bercerita banyak sekali warga yang datang untuk meminta rusun.

Dengan harapan, setelah datang ke Balai Kota, mereka bisa langsung mendapatkannya.

Baca juga: Hari Pertama Dibuka, Sudah Puluhan Warga Mengadu Permasalahan Ibu Kota ke Kecamatan

"Padahal, mereka harus kami data dalam database kita dulu sebagai waiting list. Sementara ada ribuan orang yang masuk waiting list itu. Dia maunya dapat rusun langsung, padahal banyak orang yang antre rusun juga," kata Hizbullah.

Ada orang yang bersikeras mencoba dengan memasang wajah memelas kepada Hizbullah. Ada juga yang menangis dan meratap agar bisa segera menempati rusun.

Hizbullah hanya bisa menghadapinya saja. Sebab, warga memang tidak bisa langsung dapat rusun seperti itu. Kecuali dia adalah warga yang terdampak relokasi.

Ada juga warga yang sudah punya rusun datang lagi ke Balai Kota untuk meminta rusun. Alasannya, rusun itu untuk saudaranya yang lain.

Seni mendengar

Beka mengatakan semua aduan yang masuk, seaneh atau sesulit apa pun, harus ditampung dan diperiksa. Pemprov DKI berkewajiban untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalahnya semaksimal mungkin.

Baca juga: Kepada Anies, Warga Mengadu Ijazah Anaknya Ditahan Pihak Sekolah

Pengalaman-pengalaman dalam menghadapi orang pun disimpan sebagai pelajaran saja.

"Di sini ada seninya, seni belajar kayak orang kuliah pagi. Pagi-pagi kami dengarkan orang dengan segala macam masalah. Kami juga jadi belajar sabar," ujar Beka.

Sebab, sejatinya, aparatur sipil negara memang harus melayani masyarakat. Pahit manisnya sikap warga saat mengadu harus dihadapi dengan sikap tenang.

"Kita hanya perlu mendengarkan, dengarkan apa pun masalah-masalah mereka," ujar dia.

Beka, Hizbullah, Laurencus, merasa senang jika aduan warga bisa ditindaklanjuti dengan baik. Apalagi, sampai akhirnya masalah warga tersebut benar-benar selesai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com