“Saya sudah kalkulasi, kira-kira kalau 1 trip itu setengah jam, misalnya jam kerja online dipatok 10 jam, kita bisa dapat 20 trip. Sekarang, biasanya kita rata-rata 15 trip sehari, tergantung jarak dan macetnya. Saya ingin perusahaan arahnya ke sana, bekerja digaji tetap, ada tunjangan juga, kalau ketahuan curang nanti dipecat tanpa hormat. Kalau lebih dari 10 jam, bisa ada mekanisme semacam uang lembur. Pokoknya, persis karyawan di perusahaan pada umumnya,” papar Suhandi.
Baca juga: Ojek Online hingga Pedagang Kopi Keliling Nyaleg, Pengamat Sebut Politik Tak Lagi Eksklusif
Suhandi beralasan, sistem kemitraan di mana pengemudi menyediakan sebagian besar sumber daya, mulai dari ponsel, pulsa, motor, dan bensin, tidak sebanding dengan keputusan soal tarif yang ditentukan secara sepihak oleh aplikator. Belum lagi bicara soal sistem rating dan keputusan suspend yang menurutnya sering kali tidak dirasa layak oleh pengemudi.
“Sudah banyak lah cerita, ini kan lebih banyak hal yang menguntungkan aplikator, tapi di pihak driver enggak untung, semacam penjajahan modern, lah. Kita punya sumber daya sendiri tapi tidak mampu bargaining atau seenggaknya sharing sumber daya,” imbuhnya.
Dia juga menyoroti payung hukum soal transportasi daring yang menurutnya belum memiliki konsekuensi legal yang mengikat para aplikator.
“Menurut saya, Permenhub itu hanya administratif saja, tidak ada konsekuensi hukumnya. Sama seperti ketika Pak Menhub minta tarif pesawat diturunkan, tetap saja kan? Mereka (para maskapai) merasa enggak ada sanksi hukum. Di situ kelemahannya, kecuali undang-undang, baru bisa mengikat,” katanya, merujuk Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2009 yang menyangkut soal ojek daring.
Menitipkan aspirasi kepada PKB
Sejauh ini, Suhandi optimistis jika keresahannya diakomodasi oleh PKB sebagai partai pengusung. Sadar jika beberapa caleg PKB lain punya kans lebih besar ketimbang dirinya untuk duduk di kursi parlemen, Suhandi mengaku beberapa kali menitipkan aspirasinya soal ojek daring kepada mereka.
Ia juga menjamin jika perjuangannya tak akan menguap begitu saja andai dirinya tak lolos ke Senayan.
“Saya ingin perjuangan itu enggak berhenti di saya. Orang-orang di PKB sering saya ajak bicara. Cak Imin, Pak Abdul Karding, Bu Dita, Pak Hanif Dhakiri, Pak Marwan Jafar, mereka tau semangat saya ke sana. Sudah cukup dekat, sering ketemu dan diskusi, saya menitipkan,” ungkap Suhandi.
Baca juga: Saat Pengemudi Ojek Online Daftar Jadi Bakal Caleg...
“Walaupun memang untuk mengundangkan soal ojol, agak berat kalau bukan orang yang punya hati di situ. Misalkan yang duduk di DPR RI bukan saya, konsep-konsep ini akan saya tetap bikin forum-forum dengan PKB,” lanjutnya.
Andai Suhandi tidak lolos, ia hanya mampu menggantungkan harapan pada konsistensi PKB dalam memperjuangkan kesejahteraan pengemudi ojek daring.
“Saya akan dorong terus. Insya Allah saya yakin PKB akan tetap komitmen. Karena saya mendapat banyak info di Kalimantan, Sumatera, Jawa, PKB banyak dapat dukungan dari ojol setempat. Saya berharap ke mereka, tolong jangan ojol diambil suara hanya untuk 5 tahun,” ujarnya.
Terakhir, Suhandi terus bersemoga supaya PKB mampu mengirimkan wakil dari Jakarta ke parlemen pada hasil akhir perhitungan suara selesai. Dia ingin partai besutan Muhaimin Iskandar ini bisa “pecah telur” di Jakarta. Hal ini ia rasa penting, supaya gagasannya tentang kesejahteraan pengemudi ojek daring bisa “dititipkan” ke DPR RI.
“Sejak 2004, 2009, 2014, PKB belum pernah mengirimkan wakil ke DPR RI dari Jakarta. Mudah-mudahan PKB bisa menyumbangkan kursi di Jakarta kali ini,” tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.