JAKARTA, KOMPAS.com - Warga Kampung Kebon Melati yang terkepung gedung-gedung pencakar langit di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, banyak yang ingin menjual tanah mereka.
Hal itu disebutkan oleh ketua RT 009/RW009 Kebon Melati Rusli (71), saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Minggu (22/9/2019).
"Semua mah mau, intinya dia cocok mah harganya, semua pada mau jual tapi yang beli itu yang enggak ada," kata Rusli.
Warga ingin menjual tanah di kawasan tersebut dengan alasan bahwa harga tanah saat ini sangat tinggi karena terletak di kawasan yang sangat strategis di pusat Jakarta.
Namun, tingginya harga tanah justru membuat mereka kesulitan mencari pembeli. Dikatakan Rusli, harga tanah di sana bisa mencapai Rp 20-25 juta per meter persegi.
Selain itu, sisa tanah di Kampung Melati bentuknya juga tidak beraturan dan tak begitu luas.
"Kalau sekarang tanah ny kalau ditawarin ke PT PT ya ditawar murah sama mereka," ujar Rusli.
Baca juga: Dulu Warga Kampung Kebon Melati Sering Terganggu Dentuman Paku Bumi dan Mandi Debu
Sementara itu, anak Rusli, Suhartati (42) berujar bahwa warga ingin menjual tanah tersebut dengan alasan lain karena di kampung tersebut aktivitas sosial sangat kurang.
"Di sini udah sepi, malam apalagi, lebih sepi lagi enggak banyak kegiatan," ujarnya.
Meski berada di pusat Ibu Kota, menjalankan usaha juga sulit dilakukan lantaran kawasan itu jarang dilewati warga.
Hanya ada dua jalan keluar masuk di kampung ini, yaitu dari sebuah tembok pembatas yang dijebol di Thamrin Residence, dan sebuah jalan menuju Jalan K H Mas Mansyur.
Akses jalan kampung itu juga tidak begitu besar, hanya bisa dilalui sepeda motor atau mobil berukuran kecil jika dipaksakan.
Sementara itu, Karminah (65) warga lain yang tinggal di lokasi tersebut menjelaskan gedung-gedung tinggi di kawasan Thamrin berdiri, tidak ada lagi orang yang menawar tanah yang tersisa di Kebon Melati.
Baca juga: Kampung Kebon Melati, Permukiman yang Dikepung Gedung Pencakar Langit
"Mau usaha apa juga susah, ini warung aja susah di sini," ujar Suhartati.
Karminah (65) seorang warga yang sudah tinggal dikawasan itu sejak tahun 1970 mengatakan sejak gedung-gedung tinggi disekitar sana mulai berdiri, sudah tidak ada lagi orang yang menawar tanah di sana.
"Sekarang udah enggak ada di tawar lagi, dari tahun 90 sampai sekarang tidak ada yang nawar lagi," ucapnya.
Akhirnya, warga-warga Kampung Melati banyak mencari alternatif dengan mengontrakkan rumah-rumah tersebut.
Tarifnya pun cukup bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
"Kalau kontrakan biasanya diatas Rp 1 juta sebulan, kalau yang kos-kosan kayak di belakang itu ada yang Rp 800.000, Rp 900.000-an," ujarnya.
Kampung tersebut banyak diminati para pekerja dan pedagang yang beraktivitas di sekitaran Thamrin. Berada di posisi strategis membuat kontrakan-kontrakan yang ada di Kampung Kebon Melati jarang ada yang kosong.
Baca juga: Kebon Melati Satu-satunya Kelurahan di DKI yang Tak Punya Puskesmas
Ia sendiri mengaku sudah berkali-kali pindah kontrakan di kawasan tersebut. Biasanya, kata dia, si pemilik hanya mendatangi lokasi ketika jatuh tempo pembayaran kontrakan.
Adapun Kampung Kebon Melati merupakan sisa-sisa pemukiman yang dulunya dipadati penduduk. Warga mulai menjual tanah-tanah mereka ketika sejumlah perusahaan berminat menjadikan kawasan Thamrin yang ada di pusat Jakarta sebagai kawasan elit.
Rusli menyebutkan setidaknya ada 13 RT yang ada di Kampung tersebut. Setelah pembangunan terjadi, jumlahnya menyusut menjadi 5 RT tersisa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.