Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemkot Bekasi Berseberangan dengan Pemerintah Pusat soal Jaminan Kesehatan Masyarakat

Kompas.com - 12/12/2019, 06:01 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com – Pemerintah Kota Bekasi menyatakan berseberangan pendapat dengan Pemerintah Pusat soal jaminan kesehatan masyarakat.

Pemkot Bekasi kekeh ingin mempertahankan layanan jaminan kesehatan daerah (jamkesda) Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK), walaupun Presiden RI Joko Widodo telah meneken Perpres Nomor 82 Tahun 2018, yang memerintahkan agar layanan jamkesda diintegrasikan ke dalam BPJS Kesehatan.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengaku menghormati Perpres tersebut. Ia akan segera mengevaluasi KS-NIK dan menyusun ulang skemanya agar tak tumpang-tindih dengan BPJS Kesehatan.

Baca juga: Tumpang Tindih dengan BPJS Kesehatan, Pemkot Bekasi Akan Susun Skema Baru Kartu Sehat

Akan tetapi, di sisi lain, Rahmat melalui tim Advokasi Patriot pun berencana menggugat Perpres tersebut ke Mahkamah Agung.

Menurut dia, Perpres itu melangkahi Undang-Undang yang ada di atasnya, yakni Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang tentang Kesehatan.

"Saya melihat ada yang salah antara Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional ke Perpres-nya (Nomor 82 Tahun 2018), sehingga terjadi monopoli. Padahal kita, (pemerintah) daerah mampu melaksanakan aplikasi (jamkesda) itu dengan sebaik-baiknya," jelas Rahmat Effendi dalam konferensi pers di kantornya, Senin (10/12/2019).

Anggap integrasi ke BPJS Kesehatan tak efisien

Program KS-NIK memang merebut minat warga Kota Bekasi. Sejak 2012 berjalan sebagai Kartu Bekasi Sehat, kemudian pada 2018 bermetamorfosis menjadi KS-NIK, warga tak dipungut iuran untuk menikmati layanan fasilitas kesehatan kelas III melalui KS-NIK.

Di sisi lain, layanan BPJS Kesehatan kelas III dipungut iuran. Melalui Perpres Nomor 72 Tahun 2019, Presiden RI Joko Widodo malah menaikkan besaran iuran layanan BPJS Kesehatan kelas III, dari Rp 25.000 menjadi Rp 42.000 per bulan.

Dinas Kesehatan Kota Bekasi mencatat, pada 2018 lalu, KS-NIK sanggup mencapai jumlah pengguna hingga 1 juta lebih warga Kota Bekasi. Angka ini sekitar 40 persen dari total populasi Kota Bekasi yang tembus 2,4 juta.

Baca juga: Wali Kota Bekasi: Integrasi Kartu Sehat ke BPJS Kesehatan Tidak Efisien

Rahmat Effendi mengungkapkan alasannya tidak ingin mengintegrasikan langsung program Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS-NIK) ke dalam BPJS Kesehatan.

Menurut pria yang akrab disapa Pepen itu, integrasi sejenis ini tidak efisien.

Ketimbang menggelontorkan dana untuk menyubsidi iuran BPJS Kelas III, ia pilih mengucurkan uang untuk anggaran KS-NIK. Layanannya sama-sama Kelas III.

"Perhitungan kami, kemarin diintegrasikan dengan iuran Rp 25.000 (kelas III BPJD Kesehatan) saja, kita harus setor Rp 580 miliar," kata Pepen, Senin.

"Di 2020 ini kita cuma keluar Rp 380 miliar (untuk KS-NIK). Berarti (bila dibandingkan), kita masih loss Rp 200 miliar," imbuhnya.

Pepen mengatakan, ketimbang dana Rp 200 miliar itu lari untuk manfaat yang sebetulnya sudah disediakan lewat KS-NIK, lebih baik digunakan untuk kepentingan lain.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com