Ia mengambil contoh, ongkos membangun 13 unit puskesmas dalam satu tahun saja hanya sekitar Rp 53 miliar.
"Kita kan cari efektifnya, bagaimana anggaran dikelola lebih bagus," ucap politikus Golkar itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak setuju dengan anggapan bahwa integrasi program jaminan kesehatan daerah (jamkesda) ke BPJS Kesehatan sebagai pemborosan.
Kepala Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan berujar, memang di atas kertas pemerintah daerah perlu membayarkan uang lebih besar untuk iuran kelas III warganya yang miskin pada BPJS Kesehatan.
Namun, ia menganggap, manfaat yang akan diperoleh pun selaras dengan anggaran yang dikucurkan.
"Tanpa integrasi ke BPJS dan cuma mengandalkan Jamkesda, saya yakin, yang kasihan masyarakatnya nanti. Kalau orang Bekasi sakit yang di Surabaya apa bisa dicover?" ujar Pahala kepada Kompas.com, Selasa (11/12/2019).
Menurut Pahala, perlindungan Jamkesda tak sekuat BPJS. Misalnya, dalam pengobatan kanker yang bisa menghabiskan biaya hingga miliaran rupiah tak bisa di-cover sepenuhnya oleh Jamkesda.
Baca juga: KPK Tak Setuju Anggapan Wali Kota Bekasi yang Sebut Integrasi Kartu Sehat ke BPJS Tak Efisien
"Jadi kalau pemerintah daerah tidak mau integrasi ke BPJS karena alasannya akan lebih mahal, itu yang kita larang," kata dia.
KPK sebelumnya juga pernah berurusan dengan program KS-NIK. Saat itu, KPK dimintai rekomendasi oleh Pemerintah Kota Bekasi mengenai integrasi program tersebut dengan BPJS Kesehatan, sebelum pengesahan RAPBD 2020 akhir November 2019 lalu.
Pasalnya, Pemerintah Kota Bekasi “bingung”, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tak mengizinkan adanya anggaran jamkesda dalam RAPBD 2020. Sedangkan, anggaran untuk program KS-NIK 2020 sudah telanjur dianggarkan.
Dalam surat balasan KPK kepada Pemkot Bekasi, lembaga antirasuah itu merekomendasikan agar program KS-NIK diintegrasikan ke dalam BPJS Kesehatan.
Seandainya KS-NIK tetap ingin dipertahankan, program itu sebaiknya dialihkan sebagai “penambal” celah layanan yang tak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Selain itu, Pahala mengatakan, KPK turut campur dalam rekomendasi integrasi KS-NIK Kota Bekasi ke dalam BPJS Kesehatan karena ada potensi kecurangan dalam setiap program jaminan kesehatan daerah.
Potensi kecurangan itu, misalnya, klaim dan anggaran ganda dari satu tindakan medis. Kemudian, jenjang pengawasan di tingkat daerah tak seketat di level nasional.
Potensi ini, menurut Pahala, dijumpai secara struktur di berbagai daerah, tak hanya di KS-NIK Kota Bekasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.