Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pemkot Bekasi Berseberangan dengan Pemerintah Pusat soal Jaminan Kesehatan Masyarakat

Kompas.com - 12/12/2019, 06:01 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

Ia mengambil contoh, ongkos membangun 13 unit puskesmas dalam satu tahun saja hanya sekitar Rp 53 miliar.

"Kita kan cari efektifnya, bagaimana anggaran dikelola lebih bagus," ucap politikus Golkar itu.

KPK tak setuju

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak setuju dengan anggapan bahwa integrasi program jaminan kesehatan daerah (jamkesda) ke BPJS Kesehatan sebagai pemborosan.

Kepala Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan berujar, memang di atas kertas pemerintah daerah perlu membayarkan uang lebih besar untuk iuran kelas III warganya yang miskin pada BPJS Kesehatan.

Namun, ia menganggap, manfaat yang akan diperoleh pun selaras dengan anggaran yang dikucurkan.

"Tanpa integrasi ke BPJS dan cuma mengandalkan Jamkesda, saya yakin, yang kasihan masyarakatnya nanti. Kalau orang Bekasi sakit yang di Surabaya apa bisa dicover?" ujar Pahala kepada Kompas.com, Selasa (11/12/2019).

Menurut Pahala, perlindungan Jamkesda tak sekuat BPJS. Misalnya, dalam pengobatan kanker yang bisa menghabiskan biaya hingga miliaran rupiah tak bisa di-cover sepenuhnya oleh Jamkesda.

Baca juga: KPK Tak Setuju Anggapan Wali Kota Bekasi yang Sebut Integrasi Kartu Sehat ke BPJS Tak Efisien

"Jadi kalau pemerintah daerah tidak mau integrasi ke BPJS karena alasannya akan lebih mahal, itu yang kita larang," kata dia.

KPK sebelumnya juga pernah berurusan dengan program KS-NIK. Saat itu, KPK dimintai rekomendasi oleh Pemerintah Kota Bekasi mengenai integrasi program tersebut dengan BPJS Kesehatan, sebelum pengesahan RAPBD 2020 akhir November 2019 lalu.

Pasalnya, Pemerintah Kota Bekasi “bingung”, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian tak mengizinkan adanya anggaran jamkesda dalam RAPBD 2020. Sedangkan, anggaran untuk program KS-NIK 2020 sudah telanjur dianggarkan.

Dalam surat balasan KPK kepada Pemkot Bekasi, lembaga antirasuah itu merekomendasikan agar program KS-NIK diintegrasikan ke dalam BPJS Kesehatan.

Seandainya KS-NIK tetap ingin dipertahankan, program itu sebaiknya dialihkan sebagai “penambal” celah layanan yang tak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Selain itu, Pahala mengatakan, KPK turut campur dalam rekomendasi integrasi KS-NIK Kota Bekasi ke dalam BPJS Kesehatan karena ada potensi kecurangan dalam setiap program jaminan kesehatan daerah.

Potensi kecurangan itu, misalnya, klaim dan anggaran ganda dari satu tindakan medis. Kemudian, jenjang pengawasan di tingkat daerah tak seketat di level nasional.

Potensi ini, menurut Pahala, dijumpai secara struktur di berbagai daerah, tak hanya di KS-NIK Kota Bekasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Resmi Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024

Mochtar Mohamad Resmi Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi pada Pilkada 2024

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang Jakut

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Gardu Listrik di Halaman Rumah Kos Setiabudi Terbakar, Penghuni Sempat Panik

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com