Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/01/2020, 17:50 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

Kabar ini diamini penulis buku "Batavia 1740, Menyisir Jejak Betawi" Windoro Adi. Kepada Kompas, ia mengatakan bahwa ketika terjadi pembantaian, sebagian warga China melarikan diri ke pinggir Batavia, utamanya Tangerang.

Baca juga: Kali Angke dan Tragedi Pembantaian Etnis Tionghoa oleh Belanda

Di sana, mereka membuka perkebunan tebu dan persawahan baru hingga meraih kesuksesan secara finansial. Bisa jadi mereka juga menepi ke Bekasi.

Kalangan Tionghoa "pelarian" itu mencari tempat bersembunyi dari kejaran prajurit Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC).

Mereka lantas mulai membangun kehidupan baru di tempat baru. Salah satunya dengan membangun Klenteng Hok Lay Kiong.

Klenteng terbesar seantero Kota Bekasi ini konon paling tua juga se-Bekasi. Jejak usianya diterka dari ukiran "1818" di salah satu kayu altar yang kini hilang entah ke mana.

Dengan usia setua itu, wajar jika tak ada segregasi primordial antara etnis Tionghoa maupun pribumi, antara kalangan muslim dan nonmuslim di sekitar Hok Lay Kiong.

Semuanya berbaur, lahir, dan besar bersama Hok Lay Kiong, berikut segala macam tradisinya.

"Saya asli orang sini, asli Bekasinya. Memang berbaur semuanya, mau Tionghoa atau pribumi, sudah bermasyarakat semua," ujar Bok Liang (50), salah satu petugas Klenteng Hok Lay Kiong kepada Kompas.com, Rabu.

Abdul adalah salah satu orang yang menyaksikan, juga mengalami, segala tradisi etnis Tionghoa di Hok Lay Kiong meskipun secara lahiriah ia beretnis Jawa dan beragama Islam sejak orok.

Toh, semuanya berlangsung sentosa. Abdul, juga warga sekitar Hok Lay Kiong, tak ampuh diserang dikotomi pribumi-nonpribumi, muslim-nonmuslim. Di antara mereka, tak pernah termuat purbasangka, atau tercuat kebencian, sama sekali.

Gara-gara barongsai

Abdul kini memasuki tahun ke-20 bekerja di Hok Lay Kiong. Jelang dua dekadenya bertugas di sini, ia mengenang awal mula terpincut dengan klenteng dan tradisi Tionghoa, termasuk serba-serbi kepercayaan Tridharma.

"Awal gabung di sini, dulu ada barongsai waktu umur saya masih muda. Saya ikut main barongsai hampir setahun," tutur Abdul.

"Akhirnya saya tertarik buat ikut di klenteng ini, bantu-bantu bebersih. Saya serius ini, saya enggak diajak siapa-siapa. Saya mau sendiri karena waktu itu kebetulan suka sama barongsai," lanjut dia.

Baca juga: Rayakan Imlek, Pemprov DKI Gelar Festival Makanan Tionghoa hingga Pertunjukan Barongsai

Saban hari, Abdul mengerahkan apa pun yang bisa ia lakukan buat klenteng. Bebersih area ibadah adalah makanan sehari-hari yang ia santap sejak belia hingga hari ini.

Kemudian, mulai 2003, Abdul diamanatkan peran krusial sebagai pencatat identitas ratusan lilin-lilin raksasa yang berdatangan ke Hok Lay Kiong jelang Imlek.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com