JAKARTA, KOMPAS.com - Revitalisasi kawasan Monas, Jakarta Pusat, sedang menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Revitalisasi yang dikerjakan Pemprov DKI Jakarta ini dikritik karena adanya penebangan pohon demi proyek tersebut.
Pemprov DKI menebang 191 pohon dan memindahkan 85 pohon demi revitalisasi sisi selatan Monas. Pemprov DKI berjanji mengganti 191 pohon yang ditebang sebanyak tiga kali lipat.
Tak hanya itu, revitalisasi Monas juga menjadi sorotan karena proyek tersebut dikerjakan tanpa mengantongi izin Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka.
Baca juga: Desain Revitalisasi Monas, Lenggang Jakarta Akan Dipindahkan ke Bawah Tanah
Komisi Pengarah terdiri dari beberapa instansi yang diketuai Menteri Sekretaris Negara.
Ketentuan soal izin kepada Komisi Pengarah itu diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 25 Tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah DKI Jakarta.
Kementerian Sekretariat Negara meminta proyek itu dihentikan sementara. Pemprov DKI mematuhinya dan mengajukan izin ke Komisi Pengarah.
Proyek itu dihentikan sementara sampai ada izin dari Komisi Pengarah.
Lalu, bagaimana awal mula proyek revitalisasi berlangsung?
Revitalisasi Monas dimulai dengan adanya sayembara desain pada 2018. Sayembara itu diikuti sejumlah arsitek. Pemenang sayembara diumumkan pada 2019.
Sayembara itu dimenangkan oleh arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Deddy Wahjudi.
Bagaimana konsep desain yang dibuat Deddy?
Deddy dan timnya menamakan desain yang mereka buat dengan nama "Labuan Nusantara".
Dalam wawancara khusus bersama Kompas.com pada Rabu (5/2/2020), Deddy menyebutkan tiga filosofi dalam desain tersebut, yakni monumentalitas yang baru, spirit dari konservasi, dan kesederhanaan dalam merespons alam.
Baca juga: Revitalisasi Monas Tak Harus Tebang Pohon, Ini Penjelasan Arsitek Pemenang Sayembara
Deddy banyak menjelaskan soal filosofi yang kedua, yaitu spirit dari konservasi. Filosofi ini tidak dijalankan Pemprov DKI Jakarta saat mengeksekusi revitalisasi sisi selatan Monas.