Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Pekerja Tanggapi Wacana Ganjil Genap bagi Motor dan Mobil di Jakarta

Kompas.com - 09/06/2020, 11:10 WIB
Cynthia Lova,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

Namun, ia mengaku ogah naik kendaraan umum di masa pandemi Covid-19 ini. Sebab khawatir tingginya risiko penyebaran Covid-19 di transportasi umum.

Apalagi di rumah ia memiliki orangtua yang umurnya 50 tahun ke atas yang riskan tertular Covid-19.

“Kita enggak tahu bahwa di kendaraan umum apakah benar-benar orang yang memang sehat-sehat aja atau OTG, terus kita jadi carrier ke orang di rumah. Orangtua kita juga usianya udah di atas 50. Takutnya saya kuat, orangtua saya yang rawan,” kata Leony.

Baca juga: Sepekan Ini, Sistem Ganjil Genap bagi Mobil dan Motor Belum Diterapkan di Jakarta

Menurut Leony, semenjak PSBB transisi, banyak masyarakat yang sudah mulai beraktivitas di luar rumah dan menimbulkan kemacetan.

Sehingga memang diperlukan ganjil genap untuk membatasi orang berpergian.

“Sebetulnya lebih bagus dibuat ganjil genap itu motor. Karena kalau diitung jumlahnya motor dan mobil, lebih banyak persentase motor di jalan raya. Kalau motor diterapkan ganjil genap kan bisa ngurangi setengah kemacetan di Jakarta,” kata Leony.

Kekhwatiran juga dirasakan Mita (24), pekerja swasta di kawasan Jakarta Timur.

Ia naik kendaraan pribadi ke kantor selama pandemi Covid-19. Menurut dia, jika ganjil genap diterapkan, maka makin banyak masyarakat menggunakan kendaraan umum.

Sebab tak semua orang punya kendaraan pribadi lebih dari satu dengan pelat nomor ganjil dan genap.

“Saya enggak setuju banget kalau diberlakuin ganjil genap. Jika ini diberlakukan sama aja Pemerintah nyerahin kita sama Corona pelan-pelan. Padahal kita udah aware banget sama badan dan social distancing,” ucapnya.

“Kan enggak semua kendaraan umum dan penumpang yang lain peduli bersih atau bisa dipercaya jaga jarak dengan baik,” tambah Mita.

Ia tak masalah macet-macetan di jalan dibanding harus naik kendaraan umum.

Bahkan, dia bersikeras jika nantinya ganjil genap diterapkan, ia akan tetap bawa kendaraan pribadi.

“Kalau itu sampai terjadi, ya bakal bandel bawa mobil sih. Soalnya masih takut banget naik transportasi umum. Enggak apa-apa macet tapi terjaga jaga jaraknya,” kata Mita.

Jika memang Pemerintah menerapkan ganjil genap, Mita menyarankan harus menambah transportasi umum lebih dulu.

Sebab akan banyak yang beralih menggunakan transportasi umum jika ganjil genap diterapkan.

“Ya kalau ganjil genap diterapkan, Pemerintah harus siap nyediain transportasi lebih buat masyarakat. Atau Pemerintah mau kasih uang lebih pekerja untuk naik taksi online maupun kantor siapkan antar jemput,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com