“Para pejuang selalu mengatakan, Bekasi yang paling sulit ditembus. Belanda untuk menembus Bekasi dengan semua daya dan upaya, termasuk militernya yang paling kuat. Itu masih agak sulit menembus Bekasi,” kata Ali berdasarkan kesaksian para pejuang yang ia temui.
Pejuang Bekasi, sebut Ali, tak hanya sibuk bertahan. Mereka, bersama para tentara, kerap bergerilya melancarkan serangan sporadis terhadap penjajah. Apalagi, warga Bekasi dikenal sebagai kampungnya para “jawara”.
Baca juga: Alun-alun Bekasi Menyimpan Kisah Tuntutan Rakyat Pisahkan Diri dari Batavia
“Bekasi dijajah empat lapis. Belanda, Jepang, tuan-tuan tanah Cina, dan pribumi yang berkhianat. Itu menciptakan kemiskinan ekonomi dan pendidikan. Akhirnya, Bekasi melahirkan jawara yang melakukan perlawanan. Begitu masuk era revolusi, mereka muncul kembali, bergabung ke NKRI melawan. Walaupun tidak bisa dimungkiri, beberapa jawara juga jadi pengkhianat,” tutur Ali.
Rakyat melawan dengan senjata apa pun, namun utamanya golok. Senjata yang telah dipakai saban hari oleh orang Bekasi ini akhirnya menjelma ujung tombak peperangan dan kelak menjadi simbol Kabupaten Bekasi.
Sulitnya menundukkan Bekasi, lanjut Ali, bahkan membuatnya seolah-olah neraka bagi para prajurit Belanda.
Ali mengklaim, ada istilah “sindrom Bekasi” pada zaman itu ketika para prajurit Belanda pura-pura sakit agar tak dikirim berperang ke Bekasi. Mereka ngeri dengan tingkat militansi para jawara dan tentaranya.
“Lebih dari itu, orangtua-orangtua di Bekasi bahkan menghibahkan anaknya untuk masuk dalam pasukan tentara,” kata Ali, mengutip kesaksian Komandan Batalyon V Bekasi saat itu, Mayor Sambas Atmadinata.
“Yang bikin Mayor Sambas bangga, kalau anak Bekasi berjuang lalu meninggal di medan tempur, orangtuanya tidak menangis, karena anaknya meninggal sebagai syuhada, berjuang untuk kepentingan bangsa, negara, dan agama. Tidak ada tuntutan jika anaknya meninggal di medan tempur. Berbeda dengan di tempat lain,” kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.