JAKARTA,KOMPAS.com - Bersepeda jadi tren baru selama pandemi Covid-19. Jelang terbit matahari atau di waktu menuju senja, satu hingga dua pesepeda kerap terlihat asyik gowes di jalanan Jakarta.
Meningkatnya animo masyarakat akan bersepeda juga berdampak pada pengusaha reparasi sepeda maupun toko jual beli sepeda bekas.
Sui (58) contohnya. Pria dengan gelar haji ini mengaku bahwa dalam tiga bulan terakhir peruntungan sedang menyapa dirinya. Sui bersyukur akan hal ini.
Pasalnya, kata dia, tak henti-henti pelanggan berdatangan membeli sepeda bekas dari tokonya.
Baca juga: Bengkel Sepeda Kebanjiran Pengunjung Selama PSBB
Saat ditemu di bengkel sepeda Sakera Madura yang beralamat di Jalan Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, Selasa (18/8/2020), Sui tampak sibuk membenahi salah satu jok sepeda milik pelanggan.
Pagi itu Sui ditemani dua rekan kerjanya, yang juga disibukkan kegiatan servis sepeda.
Meski tangannya masih berlumuran oli, Sui dengan senang hati berbincang dengan Kompas.com.
Mengawali kisahnya, Sui bertutur soal kali pertama ia merasakan peningkatan omzet dari penjualan sepeda bekas di tokonya. Kata dia, rezeki ini ia kecap sejak Juni lalu.
Sui tak berani berspekulasi, entah demi olahraga atau karena tren semata, bahwa orang-orang mulai memburu sepeda bekas di bengkelnya yang dijual dengan harga cukup ramah di kantong.
Baca juga: Kisah Pemburu Uang Baru Rp 75.000, Tukar di Bandung hingga Full Booked
Sebab, nyatanya bukan warga sekitar Pondok Ranggon saja yang berburu sepeda ke bengkel Sakera Madura, pelanggan Sui ada yang datang dari Sukabumi, Cirebon, bahkan Pulau Madura.
“Sudah ramai dari Juni. Biasanya ke sini ada yang servis, banyak juga yang beli,” kata pria asli Madura ini.
Dalam sehari, Sui mengaku bisa menjual lima sampai 10 sepeda bekas. Harganya yang ditawarkan pun beragam.
Untuk sepeda lipat bisa dihargai Rp 600.000 sampai Rp 650.000. Harga yang sama juga dipatok Sui untuk sepeda besar ukuran dewasa.
“Sepeda anak kecil bisa Rp 200.000-an. Sudah kondisi rapi, komplet pakai roda samping,” ucap dia.
Tak heran, dalam tiga bulan terakhir Sui bisa menjual ratusan sepeda. Bahkan laba bersih per bulan bisa mencapai Rp 30.000.000.
Hal ini, ungkap Sui, berbanding terbalik dengan kondisi sebelum pandemi. Dahulu pelanggan Sui hanya satu sampai dua orang sehari.
Mereka yang datang hanya mereparasi sepedanya, sedikit yang mau beli bekas.
“Bahkan satu minggu bisa tidak ada yang laku,” ucap Sui mengingat-ingat.
Kini situasi sudah berubah. Pandemi Covid-19 ini membawa berkah bagi.
Sepeda lipat memang jadi favorit warga yang datang ke tempat Sui. Karena itu pula Sui sukses menjual puluhan sepeda lipatnya. Laris manis, kata dia.
Ada satu hal mengapa pelanggan puas dengan layanan yang ditawarkan Sui. Sebab, sebelum menjual kembali, Sui sudah pasti memperbaiki sepeda bekas yang dia beli dari orang lain.
Kata dia, sepeda bekas yang dibelinya itu tidak mulus-mulus saja. Kerusakanya pun beragam, ada yang bermasalah di bagiak jok, ada yang tidak punya rem, ada yang bannya botak atau gembos, ada pula yang rantainya bermasalah.
Semua jenis sepeda pun selalu dalam kondisi seperti itu kala masuk ke bengkel Sui. Namun, dengan teliti dia mulai memperbaikinya agar laik gowes.
“Kadang saya cat juga, namanya barang bekas mana bisa dipakai, kalau kurang bagus ya dibenahi lagi,”
Biaya reparasi pun beragam. Setiap sepeda bisa menelan biaya puluhan hingga ratusan ribu rupiah. Sayang, Sui tak mau memberi tahu detail dapur keuangannya.
Kendati demikian, bukan berarti tak ada masalah mengadang.
Sebulan terakhir kendala mulai akrab dengan usaha Sui. Tokonya kekurangan suku cadang sepeda, beberapa barang yang dibutuhkan tiba-tiba langka.
“Ban luar, ban dalam sama rantai yang paling susah,” kata Sui.
Dia harus putar otak mencari toko penyedia ban dan rantai sepeda di Jakarta. Namun, usahanya tak membuahkan hasil.
Bahkan Sui harus mencari persediaan ban hingga Surabaya. Itu pun hanya mendapatkan 25 ban untuk persediaan.
Layaknya hukum ekonomi, barang yang langka pasti "bergandengan" dengan harga jual tinggi. Yang biasanya Rp 50.000, kini meningkat hingga di atas Rp 75.000.
Rantai pun demikian. Toko di kawasan Jatiengara tempat Sui membeli rantai mulai kehabisan stok.
Hal itu yang membuat Sui harus mencari persediaan rantai sepeda, walau dengan harga yang cukup mahal. Namun, kondisi itu tampak tak memberatkan Sui.
“Kalau barang mahal enggak masalah, ini barangnya ada atau tidak. Ini malah barangnya yang tidak ada,” jelas Sui.
Namun demikian, kendala itu masih bisa ditangani Sui. Terlepas dari sulitnya mencari sparepart, Sui mengaku bersyukur masih diberikan rezeki lebih di tengah pandemi ini. Mengingat banyak bidang usaha yang goyang karena Covid-19.
Dia berharap, tren bersepeda masih terus ada sampai kurun waktu yang lama. Tentu saja dia juga tak mau pandemi Covid-19 juga berlangsung lama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.