JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan menganggap janggal usulan "anggaran sosialisasi" yang diajukan DPRD DKI lewat Rencana Kinerja Tahunan (RKT) 2021.
Dalam pos anggaran baru itu, jika dikalkulasi, masing-masing anggota DPRD DKI Jakarta bakal meraup Rp 280 juta dari kegiatan sosialisasi rancangan perda, sosialisasi perda, serta sosialisasi kebangsaan.
"Dengan perkembangan teknologi saat ini, (sosialisasi-sosialisasi) harusnya bisa dilakukan secara daring," ujar Misbah kepada Kompas.com, Senin (7/12/2020).
"DKI Jakarta kan bukan daerah terpencil yang susah sinyal," tambahnya.
Baca juga: Isu Kenaikan Gaji DPRD DKI, Taufik: Ahok Jangan Ngamuk Dulu, Tanya ke Sini
Adanya anggaran untuk sosialisasi membuat Kebijakan Umum Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2021 berkisar di angka Rp 888,6 miliar, melonjak drastis dibandingkan anggaran tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp 152,3 miliar.
Misbah menilai, keberadaan anggaran sosialisasi ini jelas pemborosan, apalagi diusulkan di tengah merosotnya ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19.
"Ini termasuk pemborosan. Seharusnya kegiatan-kegiatan sosialisasi ini bisa dilakukan secara kolektif, sehingga lebih menghemat anggaran," jelasnya.
Ia menganggap usulan kenaikan anggaran kegiatan tersebut sebagai modus para pejabat Kebon Sirih untuk mendongkrak penghasilan.
"Bisa dikatakan kalau RKT ini hanya sekadar untuk mencari tambahan penghasilan secara pintas," ucapnya.
Baca juga: Utak-atik Kenaikan Gaji Anggota DPRD DKI, Ternyata Anggaran Kegiatan Sosialisasi Naik Dratis
Misbah memaparkan, setidaknya ada dua aspek sederhana yang membuat usulan RKT, terutama keberadaan anggaran sosialisasi ini layak dicurigai.
"Pertama, ini tidak ada indikator ukuran keberhasilannya. Pasti yang digunakan hanya terlaksananya kegiatan," kata Misbah.
Dengan begitu, maka kualitas kegiatan sosialisasi boleh jadi tak sepadan dengan anggarannya.
Dengan kata lain, anggota Dewan bisa mencairkan dana besar itu tanpa peduli sejauh mana ketercapaian tujuannya.
Poin kedua, lanjut Misbah, ialah soal transparansi.
"Selama ini tidak banyak anggota DPRD DKI yang melaporkan hasil kegiatan-kegiatannya, termasuk saat reses," ujarnya.
Isu pengusulan RKT 2021 dengan nilai yang fantastis oleh DPRD DKI Jakarta membuat mereka jadi sorotan publik, karena akan mendongkrak penghasilan setiap anggota dengan jumlah signifikan.
Dengan rancangan anggaran RKT 2021 tersebut, setiap anggota bisa mengantongi Rp 8,3 miliar per tahun atau Rp 689 juta per bulan apabila setiap kegiatan dalam RKT terlaksana.
Diklaim batal naik
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan seluruh besaran gaji dan tunjangan DPRD DKI Jakarta 2021 akan dikembalikan seperti besaran 2020.
Baca juga: DPRD DKI Jakarta Batal Naik Gaji, Pras: Kembali ke APBD 2020
Dia mengatakan, seluruh besaran yang tertera mengenai gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI dalam Rancangan Kerja Tahunan (RKT) sudah dievaluasi dan akan dikembalikan seperti semula.
"Sekarang saya nyatakan, saya pimpinan anggota DPRD, itu semua (anggaran RKT) terevaluasi dan kembali ke APBD 2020," kata Pras saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (7/12/2020).
Dia juga mengatakan bahwa gaji Rp 700 juta per bulan yang beredar di sosial media tidak benar.
Prasetyo mengatakan, anggaran RKT yang disebar oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah kebohongan publik. Pasalnya, anggaran yang disebar adalah anggaran yang belum dievaluasi.
"Gelondongan ini (draf yang tersebar) belum diselesaikan akhirnya terselesaikan itu akan ada revisi ya, akan saya kembalikan ke 2020," kata Pras.
Politisi PDI-P ini berani menegaskan bahwa PSI telah melakukan pembohongan publik dengan cara menyebar informasi yang tidak benar.
"Saya katakan bahwa itu adalah pembohongan publik," kata dia.
Berikut rincian rancangan anggaran RKT untuk setiap anggota DPRD DKI Jakarta pada 2021 yang sebelumnya diusulkan:
Pendapatan langsung:
1. Uang representasi: Rp 2.250.000 per bulan
2. Uang paket: Rp 225.000 per bulan
3. Tunjangan keluarga: Rp 315.000 per bulan
4. Tunjangan jabatan: RP 3.262.500 per bulan
5. Tunjangan beras: Rp 240.000 per bulan
6. Tunjangan komisi: Rp 326.250 per bulan
7. Tunjangan badan: Rp 130.500 per bulan
8. Tunjangan perumahan: Rp 110.000.000 per bulan
9. Tunjangan komunikasi: Rp 21.500.000 per bulan
10. Tunjangan transportasi: Rp 35.000.000 per bulan
Total: Rp 173.249.250 per bulan
Satu tahun: Rp 2.078.991.000
Pendapatan tidak langsung (1):
1. Kunjungan dalam provinsi: Rp 14.000.000 per bulan
2. Kunjungan luar provinsi: Rp 80.000.000 per bulan
3. Kunjungan lapangan komisi: Rp 14.000.000 per bulan
4. Rapat kerja dengan eksekutif:Rp 6.000.000 per bulan
5. Tunjangan sosperda: Rp 16.800.000 per bulan
6. Tunjangan ranperda: Rp 4.200.000 per bulan
7. Tunjangan sosial kebangsaan: Rp 8.400.000 per bulan
Total: Rp 143.400.000 per bulan
Satu tahun: Rp 1.720.800.000
Pendapatan tidak langsung (2):
1. Bimtek sekwan (luar daerah): Rp 60.000.000 dalam satu tahun
2. Bimtek fraksi (luar daerah): Rp 60.000.000 dalam satu tahun
3. Tunjangan reses: 144.000.000 dalam satu tahun
Total: Rp 264.000.000 dalam satu tahun
Kegiatan sosialisasi dan reses:
1. Sosialisasi rancangan perda: Rp 40.000.000 per bulan
2. Sosialisasi Perda: Rp 160.000.000 per bulan
3. Sosialisasi kebangsaan: Rp 80.000.000 per bulan
4. Reses: 960.000.000 per tahun
Total: 4.320.000.000 dalam satu tahun
Total keseluruhan dalam satu tahun: Rp 8.383.791.000
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.