Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Napak Tilas Moda Transportasi Umum yang Sempat Seliweran di Jalanan Ibu Kota

Kompas.com - 23/12/2020, 11:14 WIB
Ivany Atina Arbi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

Sumber

Kondisi ini diperburuk oleh banyak pengusaha transportasi lebih memilih menggunakan bajaj yang belakangan muncul menyaingi helicak.

Angkutan roda tiga bermesin ini pun terpinggirkan dan pelan-pelan menghilang dari jalan-jalan di Ibu Kota.

Pada akhirnya di tahun 1987 Pemprov DKI mengeluarkan keputusan untuk melarang operasi helicak.

Bus Robur Tavip

Bus Robur Tavip adalah moda angkutan umum di Ibu Kota pada medio 1960-an hingga 1970-an.

Robur adalah merek bus tersebut yang didatangkan dari Jerman Timur.

Pada tahun 1967 mikro bus itu mulai dioperasikan di Jakarta dengan trayek, di antaranya Grogol-Lapangan Banteng, Jembatan Semanggi-Harmoni-Lapangan Banteng, dan Rawamangun-Salemba-Lapangan Banteng.

Pengelolanya adalah PT TAVIP, sebuah perusahaan transportasi umum yang berstatus seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di zaman sekarang.

Trem

Trem listrik sudah ada di Jakarta atau Batavia sejak zaman kolonial, tepatnya pada penghujung tahun 1897.

Awalnya, tahun 1869 trem ditarik dengan kuda, kemudian pada tahun 1881 diganti dengan trem bermesin uap.

Baca juga: PT INKA Siapkan Tenaga Ahli untuk Kaji Pembangunan Jalur Trem di Bogor

Di era kemerdekaan, perusahaan pengelola trem dinasionalisasi pada tahun 1954 dan kemudian menjadi Perusahaan Pengangkutan Penumpang Djakarta atau PPD.

Lalu pada medio tahun 1960-an, Presiden Soekarno memerintahkan penghentian pengoperasian trem listrik di Ibu Kota.

Menurut Heri Sugiarto dalam bukunya yang berjudul "Overland: Dari Negeri Singa Ke Daratan Cina Jilid 2 (2018)", salah satu alasan yang membuat trem ini diberhentikan pengoperasiannya adalah pemikiran Presiden Soekarno yang menganggap bahwa trem kurang cocok untuk berada di Jakarta.

Presiden saat itu lebih menginginkan kehadiran kereta bawah tanah sebagai moda transportasi publik.

Bus tingkat LeylandKOMPAS/KARTONO RYADI Bus tingkat Leyland

Bus PPD

Bus PPD adalah nama populer untuk bus yang dikelola oleh Perusanaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (Perum PPD).

Bus PPD yang pertama beroperasi bermerek Leyland, yang merupakan bantuan Australia pada tahun 1956.

Setelah bertahun-tahun hilir mudik melayani warga Jakarta, sejak tahun 2004 pelan-pelan bus PPD ditinggalkan penumpangnya.

Pengguna mulai beralih kepada busway dan moda transportasi lain yang lebih nyaman.

Ada beberapa bus lain sejenis PPD yang dioperasikan perusahaan swasta seperti, bus Gamadi, Mayasari Bhakti, Bianglala dan sebagainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Megapolitan
Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Megapolitan
Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Megapolitan
Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap 'Groundbreaking' MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap "Groundbreaking" MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com